Sep 22, 2013

Sertifikasi CPHR


Setelah sekian lama tidak belajar dengan sangat serius, dua minggu lalu akhirnya saya diberi kesempatan oleh Perusahaan untuk memaksa otak guna belajar keras lagi, dengan mengikuti Sertifikasi CPHR (Certified Professional Human Resource)

Sebenarnya yang dipelajari bukan ilmu baru, sebagian sudah saya dapatkan saat saya menempuh S2 di Magister Management, atau membaca literature saat bekerja di keseharian. Namun yang bikin serius adalah waktunya yang singkat dan ada kemungkinan tidak lulus...:(.

Harusnya program tersebut dilakukan selama 7 hari, karena ini program cepat maka hanya dipelajari selama tiga hari. Konsekuensinya setiap hari rata-rata kami pulang pukul 17.00 sore. Belum lagi lalu lintas Jakarta yang pada saat sore hari  sungguh tidak bersahabat.

Sebenarnya lagi tidak seratus persen salah kemacetan. Cuma karena saya memilih menginap ditempat yang agak jauh, sehingga berkontribusi terhadap hambatan lalu lintas. Kegiatan sertifikasi yang dilakukan di Menara Hijau MT Haryono Jakarta, dari segi lalu lintas mungkin pada pagi harinya tidak ada masalah meski saya menginap di Sari Pan Pacific. Namun saat pulang, lalu lintas Jakarta benar-benar menunjukkan wajah aslinya. Macet luar biasa!!!

Selain itu, yang agak bikin "stress", untuk bisa certified dan menyandang title CPHR, saat ujian sertifikasi dihari terakhir, peserta harus mendapatkan nilai minimal 60 dari 100 soal.

Soal ujian yang dikerjakan dalam waktu 3 jam dan boleh buka apa saja, kecuali diskusi (karena nggak mungkin sempat) betul-betul menguras energy. Empat modul yang dipelajari selama tiga hari sebenarnya sangat membantu banyak, namun untuk menghapal detail, rasanya butuh otak yang lebih encer lagi... heehehehe....

Tiga jam waktu ujian jadi terasa cepat, belum lagi rasa kawatir yang sesekali membayangi, kalau-kalau.... tidak lulus? Betapa “malu”dan ruginya saya... hehehe...

Selesai jam 18.00, saya tinggalkan ruangan tes, nyari taksi dan lagi-lagi dihadang kemacetan yang semakin menjadi. Hanya doa yang tersisa, yang bisa menolong score saya!

Karena hasil tes baru diumumkan satu minggu kemudian, satu hal yang harus saya lakukan "lupakan". I have done all my best, and what will be will be....let's enjoy the nite with sleeping...!

=================finally, good news======

Jumát kemarin, saat saya sedang makan lontong balap, seorang rekan sertifikasi BBM saya menanyakan skore yg katanya sudah diemail. Dengan berdegup kencang, saya buka email di BB tua yang setia... Sebenarnya saya hanya perlu kata pertama, jika  "Ï am sorry”, maka ya sudah....

Dan kata pertama yang saya lihat adalah, "Congratulations... ". Alhamdulillah!!!

Berikut lengkapnya :



Dear Mr. Busori,
Congratulations on Completing CPHR examination on
12 September 2013.

Your CPHR examination's score ......... is
while the highest score of your group is .......
Starting from now you are entitled to use CPHR
end of your name as your professional recognition
in Human Resource Management field.
 
Your certification will valid for 3 (three) years.
We'll inform you later the Recertification process.
The certificate will be send by TIKI soon.
 
Once again, congratulations and welcome
to our network. We look forward to being
a part of your ongoing success!

Sincerely,
Certification Committee
QQ International
 
==============
 
 
Happy Ending..:)
 
Best regards,
Busori, S.Pd, MM, CPHR

 

 

Jun 30, 2013

Kawah Putih

Setelah sekian lama tidak menemukan tempat seindah Bromo, saya mencoba sebuah tempat yang menurut beberapa orang keindahannya hampir sama dengan keindahan kawah gunung Bromo. Bedanya kalau gunung Bromo berada diujung timur pulau Jawa, sedangkan tempat yang saya tuju kali ini di ujung barat nya; yakni Kawah Putih.

Sebenarnya tujuan utama kami adalah menuruti permintaan si kecil yang minta diajak ke kebun strawberry . Maka untuk memenuhi keinginan si kecil yang tahun ini juara 1 di kelas sekaligus sebagai hadiah, kami putuskan untuk pergi bersama memetik strawberry di Ciweday sekalian menuju kawah putih dan situ patengang yang terkenal dengan batu cintanya.

Jam 9.30 kami mulai berangkat dari Bumi Panyawangan, Cileunyi dimana kami tinggal, keluar ke jalan tol purbaleunyi. Sesampai di gate toll KOPO, kami keluar menuju Soreang; ibu kota Kabupaten Bandung. Tepat  turun dari tol, di depan pasar, sayangnya kami dihadang macet lebih dari 30 menit, sehingga mengurangi waktu plesir yang sudah kita rencanakan.
Selepas macet kami langsung tancap gas menuju Ciweday. Mendekati Ciweday, jalan mulai menanjak. Untuk menghemat waktu dan mencegah rengekan dedek kecil yang selalu menanyakan kapan sampai di kebu strawberry, akhirnya kami berhenti di sebuah kebun strawberry yang sayangnya buahnya sudah hampir habis .  Untungnya disela2 tanaman buah strawberry kami disuguhi tanaman buah Blackberry, yang teryata waktu saya kecil dulu sering saya sebut sebagai buah arbei; makanan ulat  sutera...heheehhe.

Puas memetik buah, lepaslah kami dari tanggung jawab dan rengekan si kecil. Kami langsung tancap gas menanjak sampai masuk area kawah putih.  Eitsss, jangan langsung bablas, di pintu gerbang anda harus beli karcis. 1 buah mobil dihargai 150 ribu rp. plus masing-masing penumpang harus beli karcis sekitar 25 ribu (kalau tidak salah ingat.) Jika anda tidak bawa mobil, tersedia angkot khusus yang dilengkapi dengan perlindungan untuk mencegah agar anda tidak jatuh saat menanjak atau berkelak kelok.
Dari gate masuk menuju kawah putih masih diperlukan jarak sekitar 5 kilo dengan medan tanjakan yang ekstrim. Sempat saya lirik altitude di jam tangan Protek saya yang menunjukkan ketinggian 2000 mdpl pada saat mendekati kawah. Kami coba buka kaca jendela mobil dan dinginnya mengalahkan dingin AC.

Sesampai ditempat parkir terakhir, sebelum turun ke kawah, jika anda ingin mengabadikan diri, bisa foto2 dengan latar tulisan Kawah Putih yang ditulis putih. Sebelum beranjak jangan lupa bawa masker, atau kalau anda sudah terlanjur lupa di sana banyak dijual masker seharga 5000-an.
Untuk sampai di kawah, diperlukan jalan kaki lagi. Sesampai di bibir kawah, anda perlu menuruni tangga untuk masuk ke kawah. Berbeda dengan Bromo dimana kita hanya sampai menanjak di bibir kawah karena untuk ke kawah sangat curam dan mungkin berbahaya , di kawah putih anda bisa langsung masuk kawah dan mencelupkan kaki ke danau belerang yang warnanya serba putih.

Sesampai disana, tiada kata yg terucap hanya "Subhanallah!." 

Kawahnya betul-betul putih! Pemandangan yang sungguh sangat mengagumkan. Jika pas langit ditutupi awan putih, akan terlihat betapa seakan keduanya menjadi satu lembar kertas. Jika langitnya berwarna biru semuanya terlihat seperti sebuah lukisan yang luar biasa cantiiiik. I was very surprised that  there is such a beautiful place! Saking cantiknya tak ingin rasanya saya kehilangan moment untuk diabadikan dengan camera (maklum camera baru beli...hehehe).
Sesuai pengumuman di papan saat turun ke kawah, dalam kondisi normal dihimbau agar pengunjung tidak berada dikawah lebih dari 15 menit, maka saya akhiri kunjungan di tengah kawah tersebut, meski bagi para penjaja belerang plastikan yang nongkrong di pinggir kawah, yang katanya belerangnya berkasiat untuk menghaluskan kulit, menghilangkan jerawat dll, dsb, mungkin sudah nongkrong di sana sejak pagi.
Sambil naik kembali menuju bibir kawah, sempat saya lihat situs gua belanda di lereng kawah.. (ngapain si Belanda dulu nongkrong di situ ya..hehehehe.)

Secara umum, kondisi sekitar kawah terlihat bersih dan rapi (harus ya, karena karcisnya mahal!), dan pengaturan serta prosedur wisata juga rapi.

Karena dikejar waktu, selepas dari area kawah putih kami langsung  menuju area wisata lain yang berjarak tidak terlalu jauh yaitu Telaga Patengan, dimana ditengahnya terdapat sebuah pulau dengan batu cinta.
Tidak terlalu jauh, mungkin sekitar 15-20 menit sampailah kami disana, dimana area wisata tersebut masuk dalam area PTP Nusantara VIII Rancabali. Dari ketinggian, telaga ini telihat indah dikelilingi perkebunan teh. Namun sayangnya masuk tempat parkir, pemandangan khas wisata Indonesia mulai telihat. Berbeda dengan Area Kawah Putih, tempat parkir telaga-Patengang terkesan kumuh dan crowded.
Dari tempat parkir menuju tempat naik perahu ke batu cinta, disepanjang  jalan disesaki oleh penjual, baik yang dadakan maupun permanen. Dan yang lebih parah lagi, untuk menyewa perahu ke batu cinta anda harus tawar menawar, tidak seperti di kawah putih yang langsung dipasang tarif. Karena alot, kami memutuskan tidak naik perahu, toh di Bontang sudah sering kita naik speed boat.

Sambil melepas lelah, kami sekedar duduk disekitar telaga sambil menikmati buah markisa yang kami beli dipintu masuk tadi. 

Telaga Patengang 

 
Pemandangan telaga yang cantik, cukup melipur lara kami, meski kami tidak sempat berkayuh perahu ke tengan pulau batu cinta.



Apr 3, 2013

Ganjal Pintu; Sang Teman Setia

Setelah kurang lebih 8 tahun bekerja di bagian Corporate Communication atau Public Relation atau jaman dulu dikenal dengan sebutan HUMAS, akhirnya Februari lalu saya pindah (lagi) ke kantor baru, di departemen yang berbeda. Dari pengalaman beberapa kali pindah, kali ini saya memutuskan untuk tidak membawa barang2 terlalu banyak ke ruangan baru, karena selain ruangannya lebih sempit, juga lebih tinggi ( di lantai tiga) dan saya agak kapok bawa-bawa barang banyak. Kuatir nanti pindahan lagi...:)

Dengan bantuan rekan-rekan, Sabtu 2 minggu lalu, akhirnya saya berhasil memindahkan inventaris secukupnya. Saat hampir selesai pindahan, terlihat semua beres, ruangan nyaman, perlengkapan lengkap, kecuali satu!!!!. Pintu di ruangan saya sama dengan ruangan lama saya... tidak punya ganjal. Untuk pintu normal tentunya dan pastinya dipasang kunci pengganjal di bagian bawah pintu agar pintu tidak menutup kala diinginkan tetap dibuka. Namun karena ini pintu ruangan tua, alat tersebut kelihatannya rusak, sehingga sama dengan ruangan lama saya, saya perlu ganjel kayu kecil agar pintunya tertahan tidak tertutup.

Sebenarnya, sebelumnya sudah saya niatin untuk bawa ganjal lama di ruangan lama ke tempat baru, namun mungkin karena si ganjal adalah hal kecil, dia selalu kelupaan untuk dibawa. Sehingga sejak beberapa hari sebelumnya terpaksa saya ganjal pintu dengan barang seadanya. Dan ternyata repot!!!!

Sabtu itu saat  duduk melepas lelah setelah angkat2 barang sambil menunggu barang terakhir, saya kembali melihat pintu yang bandel menutup sendiri karena ganjelnya tidak ada. Dan saya ingat kembali untuk mengambil ganjal pintu tersebut...

Sejenak saya tercenung dan saya baru sadar, bahwa ganjal pintu saya di ruangan lama telah menemani saya selama kurang lebih 8 tahun. Tiap pagi saat masuk ruang cukup saya gerakkan atau geserkan si ganjal dengan kaki untuk mengganjal pintu agar terbuka terus. Tidak pernah saya anggap dia barang berharga, meski kadang beberapa pagi saya sibuk mencari kesana kemari di kolong meja dekat pintu karena ganjalnya agak terlempar jauh saat saya pulang menutup pintu di sore sebelumnya.

Saat itu di Sabtu itu, kala memandangi pintu, saya baru menyadari betapa pentingnya ganjal kayu untuk pintu itu.

Dan mumpung belum terlambat, saya segera telpon rekan di kantor lama yang tadi mau mengangkat barang terakhir saya, untuk sekalian tidak lupa membawa ganjal pintu tersebut bersama barang pindahan saya yang terakhir.

Beberapa menit kemudian, saat rekan datang membawa barang terakhir, saya tanyakan pertama ttg ganjal yg saya minta untuk dibawa, karena saya khawatir dia akan melupakannya. Dan untungnya dia keluarkan sang ganjal pintu  tersebut dari saku belakangnya.

Wuihhhhhh!!!! seakan menemukan kembali teman lama, segera saya ambil dan saya pasang di bawah pintu. Seeettttttt langsung pintu tak bergerak dan tetap terbuka.

Meski ganjal tersebut bukan ganjal bagus seperti yang sekarang banyak dijual ditoko (seperti gambar di bawah), melainkan serpihan kayu yg dibentuk rapi, namun ternyata saya baru sadar bahwa selama ini setiap hari dia telah menemani dan membantu saya menahan pintu agar tetap terbuka. Dia pasti telah menyaksikan apa saja yang telah saya lakukan selama 8 tahun bekerja di kantor lama.....

ganjel pintu ( door stop )Contoh ganjel pintu resmi yg dijual di toko....


Ah.... ternyata ditengah rasa sentimentil yang menyelimuti rasa saya karena harus pisah dengan teman-teman lama di kantor lama yg telah sekian tahun bersama sehingga seakan saudara, ternyata ada teman lama yang masih setia menemani saya.. Si ganjal pintu!. Sang teman setia saya...


Jan 5, 2013

Mina, Arafah dan Muzdalifa Yang Mengesankan!

Dikenal dengan istilah puncak Haji, kita sering menamainya dengan hari ARMINA (Arafah, Mina). Bagi jamaah Haji, waktu inilah, waktu inti dari pelaksanaan Haji nya. Kegiatan ini juga yang membedakan antara Haji dan Umrah. Karena dalam umrah, tidak perlu melakukan ARMINA.

Dimulai tanggal 8 sampai dengan tanggal 12/13 Dulhijjah, mereka; seluruh jamaah Haji akan berkumpul di satu tempat, dengan tujuan yang sama yaitu melaksanakan praktik Haji. Kenapa bisa berakhir tanggal 12 atau 13?. Sampai tanggal 12 kita tinggal di Mina jika mengambil Nafar Awwal. Sedangkan kami mengambil Nafar Tsani, sehingga tinggal sampai tanggal 13 Dulhijjah di Mina.

Tanggal 8 Dulhijjah 1433 hijriah, rombongan kami yang dibagi dalam 2 bis berangkat pagi dari tempat menginap menuju Mina. Sesampai di Mina, segera setelah mendapati maktab kami di nomor 115, dibawah jembatan terakhir, kurang lebih 1 kilometer dari Jamarat (tempat melepar Jumroh) kami segera mencari tempat dalam kemah, dimana masing-masing tempat tidurnya sudah disiapkan sesuai jumlah rombongan. Jangan dibayangkan tempat tidur yang lapang. Karena tempat tidur kami adalah satu kasur kecil dan tipis yang dibatasi dengan kasur jamaah lain. Jika anda tidur miring, maka wajah atau punggung teman disamping yang akan kita pandangi.

Kemah kami dipisah antara jamaah lelaki dan perempuan. Ada beberapa kelompok yang tidak dipisah, hanya dibatasi kelambu atau loss sama sekali, hanya dibedakan barisnya. Namun kami lebih mencari aman!

Untuk toilet tentunya sangat terbatas jumlahnya. Dari sekitar 200-an jamaah di maktab, mungkin jumlah toilet yang tersedia hanya sekitaran 40-an. DIsitulah sebenarnya indahnya. Sepulang anda dari Mina, pengalaman mengantri atau menggunakan toilet tidak akan pernah terlupakan....

Makan? Inilah lebihnya. Makan besar dihidangkan 3 kali sehari. Sedangkan minuman dan cemilan seakan tidak terbatas. Dijamin anda tidak akan kelaparan dan kehausan.

Lembah Mina yang hanya ramai setahun sekali saat musim haji, hari itu betul-betul menjadi lautan kemah putih. Dari ketinggian, kita hanya bisa melihat bentuk-bentuk kerucut putih seakan tak terbatas.

Hanya semalam kami menginap di Mina, sampai besok harinya tanggal 9 sehabis subuh kami diberangkatkan ke arofah. Inti Haji adalah Arofah. Tidak ada Haji tanpa Arofah. Dipadang Arofah yang terbatas sekitar 3- 4 juta manusia dari segala penjuru dunia wajib hadir pada waktu yang sama, yaitu di hari Arofah.

Tanggal 9 pagi, bis kami melaju normal menuju padang Arofah. Sedangkan bis satunya sudah didepan mendahului kami. Niat Haji sudah dibulatkan, guna memenuhi panggilan Allah SWT. Semua persiapan sudah dilakukan, semua rencana sudah ditetapkan dan jadwal sudah dipastikan. Sehingga kami lupa bahwa tidak ada yang pasti di dunia ini jika Allah berkehendak lain.

Di tengah jalan, bis yang kami tumpangi MOGOK!. Dengan kesibukan yang padat, tentunya sumber daya pendukung pada hari itu sangat terbatas. Tidak akan mungkin anda mencari angkutan lain pada waktu yang sepadat itu. Saat itulah ingatan saya mulai membayangkan berbagai kemungkinan. Jika kita tidak bisa mencapai Arofah setelah Dhuhur, betapa sia-sianya perjalanan Haji kami yang sudah sejauh ini. Di saat seperti itulah kami menyadari bahwa sesempurna apapun rencana yang sudah kita buat, tiada akan berjalan jika Allah SWT tidak mengijinkan. Diiringi Istighfar kami menunggu pertolongan....

Setelah sekitar 2 jam menunggu, akhirnya teknisi dari perusahaan bis yang kami sewa datang. Alhamdulillah. Tidak berapa lama kemudian bis berjalan menuju padang Arofah.
Sesampai disana, kami segera menunju tenda yang telah disiapkan. Belum habis masalah, ternyata AC ditenda kami rusak.

Kami tunggu saat dhuhur tiba, dimana sholat dhuhur dan asar dijamak. Sebelumnya diberikan kutbah hari arofah oleh ustadz kami. Beberapa kelompok disamping kami, melakukan sholat dulu baru kutbah hari Arofah. Semua ada dasarnya!

Di Arofah kami akan tinggal sampai tergelincirnya matahari, dimana kemudian kami akan meneruskan perjalanan yaitu Mabidz atau bermalam di Muzdalifah.

Kegiatan di Arofah lebih kami gunakan untuk Dzikir, dan membaca Al Quran serta berdo'a. Karena Do'a di Padang Arofah Insya allah makbul.

Panasnya Arofah tidak lagi seperti yang kami bayangkan. Selain karena tendanya ber ac, Arofah yang katanya dulu tandus, sekarang dipenuhi pepohonan. Uniknya mereka menamai pohon-pohon semacam mindi dengan pohon Soekarno. Menurut cerita, karena pepohonan itu dulu ditanam atas ide pak Presiden Soekarno saat menuaikan Haji dan mendapati tandusnya Arofah, sehingga mengirimkan bibit pohon semacam mindi yang tahan denagn sedikitnya air. Saya sempatkan bergabung dengan rekan-rekan yang bertafakur di luar dibawah rindangnya pepohonan, ternyata lebih nyaman daripada di dalam tenda. Di sini, toilet juga sangat terbatas, sedangkan konsumsi tetap berlimpah.

Selepas tergelincirnya matahari, kami segera keluar tenda menuju bis. Sayangnya karena bis parkir dikejauhan, kami terpaksa jalan kaki menuju tempat parkiran, dan tentunya kalah dulu dengan banyak bis yang sudah siap duluan. Lumayan jauh jalan kaki kami sampai bisa menemukan bis kami, yaitu bus 2. Sesampai didalam bis, ternyata petualangan baru saja dimulai. Jutaan jamaah yang tumplek blek  di Arofah semua berlomba menuju Muzdalifa untuk mendapatkan tempat bermalam yang nyaman, yaitu diatas aspal, didekat toilet dan lampu...hehehe (karena disana tidak ada tenda). Saking padatnya sehingga bis yang kami tumpangi tidak bisa bergerak lancar, atau bahkan tidak bisa bergerak sama sekali. Bahkan jarak antara kedua tempat yang saya hitung sekitar 10 kilo, harus kami tempuh selama semalam, didalam bis, wow!

Sebagian besar jamaah saya lihat jalan kaki untuk sampai di Muzdalifa, tidak memilih naik bis. Setelah sekali berhenti untuk sholat maghrib dan isya sambil menunggu lancarnya jalan menuju Muzdalifa di tengah jalan ke muzdalifa, akhirnya kami sampai di Muzdalifa saat subuh. Ehmmm! Tinggal sebentar untuk sholat,  berstirahat dan makan indomie, sekaligus menyempurnakan syarat untuk tinggal di Muzdalifa, kami akhirnya kembali ke Mina segera setelah itu.

Jika berkesempatan, jangan lupa mencari kerikil untuk bekal melontar Jumrah. Itupun jika sempat. Jika tidak jangan kawatir, kerikil sangat banyak ditemukan di jalan, dan khususnya di tempat pelontaran jumrah... berlimpah!!!!

Perjalanan yang dipenuhi dengan kemacetan belum berakhir. Untuk kembali ke Mina ke kemah kami, bis kami juga dihadang macet. Perlahan, akhirnya kami berhasil mencapai kemah kami. Setelah istirahat sampai dhuhur akhirnya kami dipandu untuk melontar jumrah/batu Aqobah.

Kami memilih melontar di lantai tiga. Dan jangan kawatir, untuk naik ke sana, eskalator telah disediakan. Di lantai tiga jamarat terlihat tidak terlalu crowded, meski ratusan ribu jamaah berusaha melontar jumrah pada waktu afdol yaitu setelah dhuhur.
Tempat lontar jumrah juga sudah tidak seperti cerita jaman dulu lagi. Jamarat sekarang berada di tengah struktur raksasa tiga lantai yang lapang dan kokoh sehingga kemungkinan berdesakan sangat kecil. Luar biasa!Alhamdulillah setelah gundul, terasa beban kewajiban berkurang dipundak meski kami belum 100% halal, karena belum tawaf Ifadha atau tawaf penutup Haji. Tanggal 11,12,13 kami lewati dengan melontar jumrah ke 3 jamarat masing-masing dengan 7 buah kerikil.

Segera setelah selesai pelontaran 7 buah batu ke Jamarat Aqobah di tanggal 10, kami pulang ke kemah  untuk bercukur gundul. Sepanjang jalan satu kilometer dari jamarat ke kemah, para tukang cukur dipenuhi dengan antrian mereka yang bertahallul. Tidak mungkin untuk mendapatkan tukang cukur, saya minta tolong kepada rekan untuk menggunduli saya 100%. Hehehehe...

Setelah tanggal 13 kami lontarkan batu terakhir, kami langsung dibawa ke pemondokan, istirahat sebentar dan kemudian melakukan tawaf. Tawaf kali ini lebih padat dibanding tawaf umrah kami saat pertama kali masuk Mekkah, karena jamaah haji yang belum semuanya selesai tawaf. 7 putaran mengelilingi Ka'bah kami lakukan dengan lancar dan percaya diri karena kami sudah tahu tata caranya dari pengalaman sebelumnya. Dilanjutkan dengan Sa'i; berjalan 7 kali sepanjang bukit safa dan marwa, akhirnya kamipun menyelesaikan ritual Haji kami. Alhamdulillah.

Dengan Tawaf Ifadha, secara resmi selesailah ritual Haji kami. Kami hanya bisa berdo'a semoga ibadah haji ini diterima Allah SWT, karena pada intinya hanya usaha yang bisa kami lakukan. Dan kami juga berod'a agar bisa kembali menempati kemah-kemah di Mina, maupun Arofah, yang meskipun terlihat sesak, namun sangat mengesankan.

Sebelum saya akhiri sharing pengalaman ini, satu hal yang perlu dipertimbangkan. Hajilah saat anda masih sehat, karena saya itung-itung ibadah haji mungkin 80% terkait erat dengan kebugaran fisik. Mulai anda dalam perjalanan di pesawat, di bis, tawaf, sai, melontar jumrah, ibadah sehari-hari dari pondokan ke masjid, semua memerlukan fisik yang fit. Jika tidak maka akan sayang sekali kalau anda harus didorong di atas kursi roda...!

Jan 4, 2013

CREATING SHARED VALUE (MENCIPTAKAN NILAI/MANFAAT BERSAMA)

“.. sebenarnya perusahaan-perusahaan yang kali ini mendapatkan peringkat emas sudah mengarah ke CSV. PT Badak NGL sebagai contoh, dalam upayanya merehabilitasi hutan mangrove telah mengembangkan pembibitan mangrove bekerja sama dengan kelompok tani setempat.”(Agnes Aristiarini, PROPER yang memberdayakan Masyarakat, KOMPAS, 7 Desember 2011)


Creating Shared Value (CSV) adalah sebuah konsep dalam strategi bisnis yang menekankan pentingnya memasukkan masalah dan kebutuhan sosial dalam perancangan strategi perusahaan. CSV merupakan pengembangan dari konsep tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate social responsibility, CSR). Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Michael Porter dan Mark Kramer pada tahun 2006 dalam artikel Harvard Business Review. Artikel tersebut berisi pemahaman dan contoh relevan perusahaan yang telah mengembangkan hubungan mendalam antara strategi perusahaan dengan tanggung jawab sosial. Konsep ini kemudian dibahas lagi secara mendalam pada artikel "Creating Share Value" pada tahun 2011.

Konsep CSV didasari pada ide adanya hubungan interdependen antara bisnis dan kesejahteraan sosial. Porter mengkritik bahwa selama ini bisnis dan kesejahteraan sosial selalu ditempatkan berseberangan. Pebisnis pun rela mengorbankan kesejahteraan sosial demi keuntungan semata, misalnya dengan melakukan proses produksi yang tidak memperhatikan lingkungan atau menciptakan polusi. CSV menekankan adanya peluang untuk membangun keunggulan kompetitif dengan cara memasukan masalah sosial sebagai bahan pertimbangan utama dalam merancang strategi perusahaan.

Konsep CSV menempatkan masyarakat termasuk pemangku kepentingan ( dan pemasok) sebagai mitra, sesama subyek. Sementara konsep CSR cenderung menempatkan pemangku kepentingan sebagai obyek.

Menurut Porter, perusahaan seyogyanya lebih menerapkan CSV dibanding CSR. CSR tidak sama dengan CSV, meski keduanya mempunyai landasan yang sama yaitu "doing well by doing good." Perbedaan utama antara keduanya adalah bahwa CSR berbicara tentang “responsibility”, sedangkan CSV sudah menapak pada penciptaan nilai bersama/ creating value. CSV adalah transformasi atau pengembangan dari CSR. Dalam artikelnya, The Big Idea: Creating Shared Value, Porter dari Harvard University mengingatkan bahwa implementasi CSV jauh di atas CSR yang umumnya berfokus pada reputasi. “Penciptaan nilai bersama adalah bagian integral dari keuntungan dan daya saing perusahaan. Namun, mengubah nilai sosial menjadi nilai ekonomi memang tidak mudah,” kata Poter.

Lebih jauh bisa disimpulkan perbedaan antara CSR dan CSV sbb:

1. Value
CSR: berbuat baik
CSV: keuntungan sosial-ekonomi berbanding penghematan

2. Konsep
CSR: citizenship, philanthropy, keberlangsungan
CSV: penciptaan value/value creation secara bersama antara perusahaan & komunitas

3. Sifat
CSR: kebijakan atau respon atas tekanan luar
CSV: terintegrasi dengan daya saing usaha

4. Hasil
CSR: terpisah dari pencapaian keuntungan
CSV: terintegrasi dengan pencapaian keuntungan

5. Agenda
CSR: ditentukan oleh laporan dari pihak luar atau reaktif
CSV: dibuat dan ditentukan secara spesifik dari dalam organisasi

6. Dampak
CSR: dampak terbatas hanya pada anggaran CSR & peninggalan nama perusahaan
CSV: terintegrasi dengan keseluruhan anggaran perusahaan

Perusahaan dapat mewujudkan atau menciptakan shared value (CSV) dengan 3 cara:

1. Perusahaan perlu meredefinisi pasar dan produk. Apakah produk kita benar-benar diperlukan oleh pasar dan apakah produk kita tersebut benar-benar bernilai untuk pasar yang kita tuju, atau apakah produk kita ini bermanfaat serta bisa diakses oleh sebanyak-banyaknya konsumen.

2. Redefinisi Produktifitas sepanjang value chain. Apakah usaha yang kita jalankan benar-benar bermanfaat untuk produktivitas dari value chain perusahaan? Karena value chain perusahaan pasti dipengaruhi baik langsung maupun tidak langsung oleh lingkungannya, misalnya: isu sosial, lingkungan, kesehatan karyawan dan lain-lain. Seharusnya terdapat kesamaan tujuan antara produktifitas value chain perusahaan dan perkembangan lingkungan sekitarnya. Sinergi akan terjadi manakala perusahaan melakukan pendekatan sosial dari perspektif shared value & menciptakan cara-cara baru dalam menjalankan usahanya untuk mengakomodir isu-isu sosial tersebut.

Porter dan Kramer menyatakan ada beberapa komponen value chain yang dapat di improve, misalnya logistic, pemanfaatan sumber daya atau pengadaan (procurement). Hal ini dilakukan Nestle, salah satu produsen kopi instan, dengan aktif membantu petani kopi yang menjadi pemasoknya untuk meningkatkan kualitas produk. Unilever juga melakukan hal ini, dengan cara membina petani kedelai hitam yang memberikan kelasngusngan pasokan untuk produk kecap bango.

3. Mengembangkan Klaster Industri Pendukung di sekitar lokasi Perusahaan. Produktivitas & inovasi dari suatu perusahaan bergantung juga kepada tempat dimana perusahaan tersebut berada, suppliernya, penyedia jasa, dan lokasi infrastruktur logistiknya.Vendor untuk mendukung operasi perusahaan besar bisa diperoleh dari pengembangan industri disekitar perusahaan. PT Badak NGL misalnya melakukan program Local Business Development, dengan memberdayakan pedagang lokal dalam memenuhi kebutuhan. Tentunya diperlukan pembinaan dan pendampingan sehingga kualitas layanan yang diperlukan bisa kompetetif dengan vendor luar.

=================

Tak sedikit yang berpendapat bahwa istilah CSV tak lebih dari “akrobat” peristilahan yang sering terjadi di wilayah konseptualisasi CSR. Hingga saat ini tidak ada konsensus teoritis tentang konsep CSR yang tunggal dan absolute. Ada banyak perspesktif dan pemahaman.

Apa yang sesungguhnya menarik dari konsep CSV nya Porter dan Krammer adalah fakta bahwa CSV memberikan kerangka yang menyeluruh untuk mengembangkan integrasi antara masyarakat dan bisnis dalam menciptakan shared value. Kerangka CSV yang disampaikannya secara menyeluruh ini tidak mengulangi paradigma sektoral yang menyebabkan aktifitas CSR “jaman dulu” tidak bisa berkembang penuh.


Dari berbagai sumber









Jan 2, 2013

Makassar yang Sedang Menggeliat

Akhir november, saya akhirnya berkesempatan untuk menginjakkan kaki, untuk pertama kalinya, di pulau Sulawesi, tepatnya di Makassar atau Ujung Pandang. Sebagai satu kota besar di bagian timur Indonesia, terus terang saya berharap banyak dalam mengeksplore kota ini.

Sejak dari atas pesawat, saya sudah bisa melihat denyut kota yang sedang menggeliat ini. Gedung-gedung terlihat banyak yang baru dari udara. Termasuk yang paling menonjol adalah Trans Studio, gedung besar dipinggir pantai.

Turun dari pesawat di bandara Hasanuddin, Maros, saya lanjutkan perjalanan ke hotel Aryaduta. Sebuah hotel yang berdiri tepat di depan pantai Losari.

Sepanjang jalan saya menyadari bahwa konsekuensi sebuah daerah yang sedang membangun adalah kecenderungannya untuk kurang rapi. Dan itu saya maklumi saat saya melihat banyaknya bagian-bagian kota yang masih sedang dirapikan. Termasuk pantai Losari, yang saat itu sedang direnovasi. Namun saya yakin jika anda berkunjung di awal tahun 2013, pantai Losari dengan landmark nya berupa tulisan Losari yg sudah mulai karatan, serta tulisan Makassar dan Bugis nya, sudah akan jernih dan kinclong.

Dipantai ini, kita juga disiapin dengan area publik yang luas dan lapang di sepanjang pantai. Bisa digunakan untuk senam, dan tentunya kegiatan lain, termasuk untuk panggung komedi monyet, seperti yang saya saksikan di hari minggu.

Di hari minggu juga, sepanjang pantai Losari yang dihiasi dengan Masjid "terapung" ala Jeddah yang indah, disulap menjadi pasar kaget dan senggol. Dijajakan banyak barang belian disana. Tinggal pilih, dijamin murah.

Banyak tujuan yang bisa kita dapat di Makassar. Jika anda pemburu kuliner tentunya coto Makassar asli bisa ditemukan selain masakan laut lainnya. Jangan lupa minuman sarabba dan camilan otak-otaknya. Semuanya bisa kita temukan di banyak warung makan atau restoran di sepanjang pantai Losari atau di bagian kota lainnya. Sirup markisa dan lain sebagainya, juga bisa kita jadikan sebagai oleh-oleh.

Jika anda addicted dengan mall, disana bisa ditemukan mall Panakukang dan Ratu. Kalau anda mencari pusat elektronik jangan lupa mampir di MTC (Makasar Trade Center) depan lapangan Karebossi. Untuk info bahwa lapangan karebossi dan MTC yang dipisahkan jalan raya, ternyata terhubung dengan underground pass semacam yang ada di Malaysia, yang menghubungkan VLCC (petronas tower) dengan area bisnis sekitar. Hmm sebuah konstruksi yang luar biasa, menurut saya, untuk bagian Indonesia Timur, dengan ide yang praktis dan patut ditiru kota lain.

Jika masih kurang puas dengan daeah wisatanya, anda bisa berkendara sedikit lebih jauh ke taman nasional bantimurung yang dihiasi dengan air terjun dan pengembangan kupu-kupunya.

Atau perlu memanjakan anak-anak, tentunya jangan lupa dengan Trans Studio.

Melihat geliat Makassar, mungkin sudah waktunya wacana pemindahan ibu kota bisnis Indonesia ke sekitaran Kalimantan atau Sulawesi, patut di pertimbangkan untuk benar-benar diterapkan. Semacam Washington dan New York, atau Putra jaya dan Kuala Lumpur. Sehingga pusat ekonomi akan langsung bergeser ke bagian tengah dan timur Indonesia, dan pada akhirnya akan mendorong pemerataan pembangunan.

Eits, jangan lupa, menurut teman saya yang asli sana, jangan sembarangan megang barang dagangan. Karena, masih kata dia, sekali anda pegang, maka anda akan dikejar oleh penjualnya.... hahahaha...