Dec 27, 2017

Hanoi; Naga yang Menggeliat , lanjutan

Harga barang-barang yang lebih murah dari Indonesia sedikit memberi tanya ke saya apakah karena memang disana produksinya berbiaya murah atau karena pengaruh mata uang ya? Makanya saya coba membayangkan dalam beberapa kali bepergian di negara maju, misalnya Jepang, Australia atau Eropa harga cenderung lebih mahal dibanding dg Indonesia, krn mungkin nilai mata uangnya yg lebih kuat.

Setelah semalam menginap di Hanoi keesokan harinya kami kunjungi sebuah pabrik Semen lokal yg sekarang diakusisi oleh Semen Indonesia. Karena mayoritas, maka seluruh pimpinan tertinggi hampir semuanya diisi oleh tenaga Indonesia.. (bangga kan).


Setelah acara resmi, kami lanjutkan acara menuju tempat-tempat wiasata misalnya museleum Ho Ci Minh, dan istana-istana tua yang sekarang ramai dijadikan wisata. Tak lupa kami coba mencari masjid di tengah Hanoi dan Alhamdulillah ada juga ya.



Pergi ke Hanoi tanpa ke Halong Bay mungkin terasa kurang lengkap. Ha long bay adalah wisata laut yg indah karena hiasan bukit-bukit yg bertebaran di sepanjang area wisata. Di tengah-tengah salah satu pulau didapati gua yang sekarang rama menjadi tempat kunjungan wisata. Kelihatan sekali bahwa Vietnam sangat serius menggarap wisata nya, terlihat dari cara mengorganisasir transportasi kapal nya, atraksi selama perjalanan, pengaturan para penjual, iklan dan lain-lain yang agresif dan lumayan menggema.









Saat 4 hari bearkhir, akhirnya saya harus kembali ke Jakarta. Pulang dengan Malindo dari Hanoi Airport menyisakan waktu jalan-jalan yg lumayan asyiik di bandara. Transit di Kuala Lumpur Airport menyisakan sedikit kurang puas saat saya belanja coklat dg dolar namun dikembalikan dengan ringgit dengan nilai tukar yang sangat merugikan.... tapi tidak apa-apa, sebagian salah saya karena kurang cermat... hanya untuk lesson learned.








Perjalanan ke Indonesia dilanjutkan dengan Batik air berjalan lancar, dan tiba jam 19.00 di Bandara Soetta. Nginap di hotel Airport agar esok pagi bisa lanjut terbang ke Balikpapan dengan Garuda. Alhamdulillah... see you in my next adventure...

Nov 28, 2017

Menyusuri Kota Tua Vienna dan Budapest, Bag. 2

Satu hal yang menonjol dari kota-kota ini adalah kesadarannya akan potensi wisata. Mereka paham betul bahwa wisatawan merupakan potensi pemasukan sehingga banyak kemudahan;kemudahan yang memang didesain untuk para pelancong. Contoh simpel ketika menginap di hotel SOHO Budapest. Untuk memberi kenyamanan dalam berkomunikasi, selama menginap kami dipinjami telpon yang bisa digunakan untuk panggilan maupun data wilayah budapest. Termasuk direct call ke hotel dan taxi sehingga para tamu betul betul terbantu.

Wisata keliling kota dengan transport darat dan sungai juga sangat nyaman, meski sedikit mahal.

Setelah tinggal selama 2 hari disana, sudah saatnya kami kembali ke tanah air. Terus terang Budapest menyisakan rasa penasaran lebih banyak karena ternyata masih banyak lokasi-lokasi yang masih belum terjelajahi.
















































Akhirnya waktu pulang telah tiba. Kami terbang dengan pesawat yg sama yaitu Turkish Airlines, transit di Istanbul dari Budapest. Pesawat terbang sekira siang dan sampai di Istambul jam 18.00 local time. Pemeriksanaan imigrasi saat memasuki Turki dari negara Eropa ternyata berbeda ketatnya dengan saat keberangkatan dari Jakarta. Ketika turun transit dari Jakarta, kami harus masuk lagi ke pemeriksaan ketat termasuk melewati X-ray saat di Istanbul Airport sebelum masuk ruang transit ke Vienna. Namun saat dari Budapest, kami langsung naik ke ruang tunggu tanpa ada pemeriksaan.

Oh ya, visa schengeen mungkin memang agak ketat saat mendapatkannya, namun setelah dapat, kita bisa agak leluasa bepergian antar negara, termasuk ketika naik kereta dari Vienna ke Budapest, tidak ada pemeriksaan sama sekali.

Jadwal penerbangan kami ke Jakarta sekitar jam 02.00 dinihari sehingga banyak waktu di Airport. Rencana kami akan keluar ke Istanbul, tapi ternyata bagi warga Indonesia, Truki belum bebas Visa meski bisa daftar dengan email, namun karena kurang persiapan terpaksa kami mengurungkan niat untuk keluar airport.

Airport Turki yang luas dan penuh dengan tempat penjualan sedikit menghibur kami, meski selama menunggu kami masih sempat tidurkan badan karena saking ngantuknya.




Selama menunggu kami bertemu dengan banyak orang Indonesia yang akan pulang dengan pesawat yang sama. Turki memang secara lokasi merupakan hub yang strategis untuk Eropa, Afrika dan Asia bahkan Amerika. Sehingga tidak heran kami menemui warga Indonesia yg flight originnya dari belahan negara di eropa berkumpul di Istambul Airport untuk pulang maupun pergi dari Indonesia.

Waktu boarding dan terbang on time. Setelah boarding dengan cepat pramusaji menyajikan makanan malam. Setelah makan malam, mereka memberi instruksi satu persatu kepada penumpang untuk menutup jendela pesawat?????

Menunggu subuh, untuk menyongsong tidur yang terlewatkan. Tanpa terasa nyenyak seali rasanya. Perbedaan waktu sekitar 5-7 jam membuat pesawat kami berkejaran dengan siang. Sesekali saya mengintip keluar jendela, dimana siang lari kencang mengiringi pesawat kami. Baru saya sadari kenapa pramusaji menyuruh kami untuk menutup jendela, agar kami menjadi penumpang yang baik (tidur nyenyak) karena jam biologis kami masih menyangka hari tetap malam.
 Salah satu enaknya naik Turkish Air sebagai Muslim, karena dia friendly to Moslem. Misalnya di TV/entertainmentnya juga disuguhkan Mushab Alquran, makanannya Insya Allah halal, dll.


2 Jam sebelum sampai kami terbangun,,,, atau mungkin dibangunkan untuk makan lagi. Ternyata waktu sudah malam saat saya cek monitor dipesawat saat terbang di atas Singapura. Jadi kami lewati dua waktu malam di pesawat.

Turun sekitar jam 19.00 lebih, membuat kami tidak ada pilihan nginap selain mencari hotel terdekat, yaitu hotel Airport Jakarta. Malam saya habiskan dengan nyenyak setelah tidur di malam sebelumnya di kursi bandara dan kursi airport. Alhamdulillah perjalanan sesuai dengan rencana; lancar dan tidak ada kendala yang berarti.

We'll see you again Europe!!!











Info terminal penerbangan di Jakarta.

Hanoi; Naga yang Menggeliat

Setiap kita mendengar kata Vietnam, sering terbersit sebuah negara yang identik dengan perang melawan Amerika, Rambo dll.

Alhamdulillah saya berkesempatan mengunjungi beberapa kota di Vietnam, dan ternyata kesan perang hampir tidak ada sama sekali kecuali beberapa monumen dan museum yang bahkan mungkin kurang menarik lagi untuk dikunjungi.

Saya berangkat tanggal 12 Nopember 2017 dari Jakarta. Perjalanan menuju Hanoi mungkin belum terlalu populer, sehingga direct flight masih sulit untuk didapatkan dari Jakarta. Saya terbang memakai Malindo dari terminal 2D di Cengkareng, transit di kuala lumpur sekitar 3-4 jam sehingga cukup waktu untuk berfoto ria dan lanjut langsung menuju Hanoi.

Tiba di Hanoi sekitar sore hari masih menyisakan kesempatan bagi kami untuk nyantai di Airport makan siang dan tukar Dong; mata uang Vietnam. Jangan kaget Dong lebih murah dari Rupiah sehingga pecahan uangnya juga lebih besar. Saya sempat kaget saat tukar uang, dikasih pecahan 500 ribu Dong.

Ternyata murahnya mata uang juga berpengaruh terhadap murahnya harga barang-barang di Vietnam. Jika ada senang belanja, Vietnam adalah salah satu surga belanja....:)

Setelah makan siang, kami rombongans ekitar 25 orang berangkat menuju hotel Sari Pan Pacific Hanoi dengan ditemani Guide Vietnam yang berbahasa Indonesia.

Guide yang sangat profesional dengan joke-joke dan pemahaman ttg Indonesia yang baik, membuat kami merasa homy.

Tiba di hotel, kami habiskan waktu untuk istirahat dan jalan. Setelah makan malam di restoran Batavia, yg mengkhususkan makanan Indonesia, kami disibukkan dengan penjual suvenir yang menjajakan barang dengan menarik dan murah. Lumayan untuk buah tangan saat pulang ke Bontang.

Tapi saran saya, jangan senang dulu dengan harga yg sudah murah tersebut sebelum anda shopping di pasar lama yang ternyata jauh lebih murah lagi harganya...:)













Bersambung....

Oct 1, 2017

Menyusuri Kota Tua; Vienna dan Budapest


Setelah agak menyesal karena nggak sempat menuliskan pengalaman menyusuri kota-kota di benua selatan (Australia) sekitar 2 tahun lalu, kali ini saya coba menuliskan pengalaman perjalanan saya menyusuri kota-kota tua di benua Eropa, tepatnya di Vienna dan Budapest, agar tidak lupa untuk dijadikan kenangan.
Seperti biasanya, saat bepergian ke luar negeri, pertama yang perlu diperhatikan adalah syarat masuknya, apakah bebas visa atau tidak. Untuk Eropa, Indonesia sayangnya masih harus mengurus visa. Dan karena perlu biomterik dan cap jari, maka kita harus langsung hadir. Karena sekalian di Eropa , saya mengurus Visa Schengen Staaten sehingga bisa masuk ke seluruh negara Eropa.

Setelah hadir di Kuningan City untuk foto dan cap jari visa, kami perlu sekitar 15 hari kerja untuk menunggu apakah diperlbolehkan masuk...dan Alhamdulillah ok.
 ----------------------------
Sebelum hari H keberangkatan, saya pastikan dulu reservasi paket internet eropa dari Telkomsel untuk 7 hari dengan biaya sekitar 1.1 juta telah siap. Salah satu kemudahan Telkomsel (sorry bukan promo ya) adalah bisa reservasi duluan untuk aktifasi paket. 

Perjalanan saya mulai dari Jakarta tanggal 19 September malam jam 20.50 dengan Turkish Airlines. Kenapa memilih maskapai ini, selain karena rekomendasi travel agent, juga karena masukan dari yang pernah memakai pesawat ini yg mempunyai kesan baik. Turkish Air terbang ke Istambul dari Jakarta hampir sekitar 7 jam. Turun di Istambul sekitar 4 jam untuk connecting flight ke Vienna dg pesawat yg lebih kecil. Sehingga lumayan masih bisa menikmati airport Istambul yang kesannya memanjang dipenuhi dengan fasilitas belanja, untuk sekian lama. Setelah terbang sekitar 2 jam lebih kami akhirnya mendarat di Vienna. Tidak sebesar yg kami bayangkan, mungkin bandara Vienna nampak seperti bandara Juanda Surabaya. 

Di bandaraVienna, kami tidak lupa tukar uang Euro dan mencari kartu SIM tambahan handphone satunya agar komunikasi selama di Eropa dengan keluarga dan kolega tetap lancar. Dan kebetulan dapat unlimited SIMCARD Eropa minus Turki seharga 40 Euro. 

Karena membawa bagasi 4 buah untuk 3 orang, kami diskusi dengan petugas yang menangani taksi agar dicarikan mobil yang agak besar. Kami dapat mobil sedan dengan bagasi lapang dan kondisi yg sangat nyaman. Driver sempat memacu kecepatan sampai 150 km/jam dan tetap dalam kondisi nyaman. Sekitar 40 menit taksi sampai ke Hotel Mercure Wien City yg sudah saya booking seminggu sebelumnya dg argo sekitar 40 Euro.

Karena satu kamar belum siap, terpaksa saya menunggu sekitar 1 jam. Suhu sekitar 9 derajat Celcius membuat saya belum berani langsung jalan tanpa persiapan dan menyesal telah mengeluarkan syal dari koper saat hendak berangkat.

Hari itu setelah sore baru kami berjalan-jalan ke pasar tradisional, mengenal kota, tentunya dengan persiapan yg lengkap. Yang menarik dengan Vienna adalah bangunannya yang sebagian besar adalah bangunan model tua. Bahkan toko pun tidak seperti toko kebanyakan di Indonesia, semua dalam gaya bangunan tua. Pasar tradisional hampir sama dengan Indonesia, bedanya sangat bersih dan higines….
 
Saya habiskan sore hari dalam cuaca yg dingin mengelilingi area sekitar hotel dengan jalan kaki. Dan tanpa sadar, mata yang sebelumnya melihat kesana kemari tiba-tiba terpaku pada café Howler; sebuah café yang menyajikan Kebab….:) tanpa diskusi lama, kami langsung masuk dan duduk… Hmmmm ternyata porsinya jumbo.

Sore hari kami selesaikan jalan-jalan dengan belanja kebutuhan, khususnya buah di Supermarket SPAR, sebuah supermarket terkenal yang menyediakan buah, sayur, keju, makanan ringan, aqua termasuk beer….. Ambil secukupnya, dan saat belanja jangan lupa bawa tas dari rumah, krn disana tas untuk belanjaan harus beli. Euro yang mahal, yaitu sekitar 15.900 rupiah per Euro, membuat kita harus hati-hati mengeluarkan recehan kecil karena sering silap jika tidak teliti dengan 1 cent, sampai 50 cent.

Malam hari kami habiskan waktu untuk tidur karena besok pagi-pagi sekali kami perlu lihat venue untuk acara.
-----------------------
Habis Sholat Subuh, kami langsung keluar jalan kaki dan sekaligus mencari lokasi acara yang akan dimulai sore hari jam 16.30 local time. Keluar dari pintu hotel, angin dingiiin langsung menerpa leher dan telinga yang telanjang tanpa penutup. Dinginnya sangat sensasional, seandainya saja rasa dingin itu bisa dituliskan dengan kata-kata…hmmmm////
Berjalan menyeberangi sungai Danube yang bersih dan friendly terhadap pejalan kaki, kami tempuh jarak sekitar 950 meter dalam 15 menit. Bantuan google map sungguh luar biasa karena dia mampu menunjukkan lokasi dengan sangat akurat. Bahkan saat sebelum berangkat, ketika mencari hotel yg dekat dengan venue saya sudah menggunakan google maps untuk mendapatkan hotel terdekat. Kebetulan saya member Le Accor grup hotel mercure, ibis, novotel, dll sehingga bisa dengan mudah booking menggunakan aplikasi jauh-jauh hari. 

Sore hari, kami ke acara dan semua berjalan lancar. Selama tiga hari kami ketemu para akademisi dari berbagai negara dari 5 benua untuk saling menyampaikan konsep dan praktik CSR. Sebuah kebahagiaan tersendiri bisa ketemu dengan mereka dan belajar banyak ttg konsep-konsep CSR.

Di sela-sela kegiatan resmi, kami sempatkan jalan-jalan sepanjang Vienna. Kesempatan untuk City Tour sangat gampang karena disana tersedia penyedia jasa bis city tour HOP ON HOP OFF dengan pilihan jalur yang bervariasi. Dengan 25 euro anda bisa sepuasnya berkeliling Vienna. Sebuah contoh penataan wisata yang patut ditiru oleh negara kita yang modal keindahannya tidak kalah menariknya.

Kami juga sempatkan membeli berbagai souvenir meski dengan nilai yang agak mahal. Dan selfie jangan sampai terlupa.




=============
Tanpa terasa waktu berpisah dari Vienna telah sampai pada waktunya. Setelah 4 hari menjelajahi Vienna, kami meneruskan perjalanan ke Budapest, Hungaria dengan menggunakan Kereta. Dari hotel ke Station lumayan lancar. Kebetulan kami sudah pesan tiket dan check in tiket sebelumnya, sehingga sesampai disana kami tinggal mencari platform untuk RJ 61 jurusan Munchen-Budapest. Jam 11.50 tepat kereta tiba dan tak lama kemudian berangkat meuju Budapest. Meski ekonomi, namun tak kalah dengan kualitas kereta executive di Indonesia, tentunya karena harganya juga lebih mahal dibanding kereta eksekutif dengan lama perjalanan 2.5 jam sejauh Jakarta-Bandung kalau di kita.

Lancar dan akhirnya kami tiba di Stasiun Budapest Keleti. Kedatangan kami disambut oleh wajah stasiun yang terkesan kuno dan besar. Taksi sangat mahal, sehingga dianjurkan jika tidak membawa barang bawaan banyak lebih baik naik bis atau kereta kota. Dan ternyata betul dugaan saya, "Seharusnya you telpon taksi resmi, krn kalau naik di pinggir jalan pasti akan overcharged",  kata receptionist di Hotel Soho tempat kami menginap. 

Awalnya kami underestimate dengan Budapest krn terkesan kota tua dan agak kotor dibanding Vienna. Namun keesokan harinya saat kami naik bis HOP ON HOP OFF keliling Budapest, termasuk dalam tiket adalah wisata sungai Danube, kami baru menyadari bahwa Budapest lebih menarik untuk object wisatanya. Kami sempatkan ke pasar traditional yang bersih dan rapi, dan ternyata berdasarkan obrolan penjual disana, Indonesia lumayan terkenal disana…. Khususnya karena suka belanja….

Sepanjang hari kami keliling-keliling kota termasuk dari arah sungai, sampai terasa puas menikmati bangunan-bangunan tua dan keindahan arsitektur kota Budapest. Sebuah achievement yang luar biasa mengingat bangunan-bangunan tua tersebut termasuk jembatan nya dibangun sekitar era 1800 an. Mengingatkan bangunan tua kreasi kolonial Belanda yang ada di Indonesia, yang kualitasnya sampai saat inipun masih terjaga dengan baik.

Selama di Eropa satu hal yang perlu diperhatikan adalah menu makanan. Bagi saya yang sudah lama diet nasi mungkin tidak terlalu bermasalah. Namun bagi teman yang masih tergantung nasi, mungkin tips kolega saya yang membawa kompor portable dan beras, makanan kecil termasuk rendang dari Indonesia patut ditiru.

Hari-hari di hotel, kami nikmati breakfast dengan makan telur rebus, salad, roti, buah karena semua yang lain tidak yakin halalnya. Kecuali makan siang atau malam dimana kami bisa menemukan banyak masakan timur tengah yang kebanyakan  dikelola oleh pendatang dari Pakistan atau Turki, sehingga dapat lumayan mengobati kangen dengan masakan Indonesia.

to be continued

Sep 18, 2017

Is it hurt to be compared?

When you are compared to others's  PERFORMANCE, that's called a benchmark. Don't take it personal but be thankful for that free consultancy.

Aug 24, 2017

Disamping Jendela

Saking lamanya saya sudah kurang ingat sejak kapan selalu request seat di samping jendela manakala pergi dengan pesawat. Yang jelas saya selalu nyaman duduk di samping jendela. Disana saya bisa bersandar manakala perlu tidur. Disana saya bisa melihat luas nya cakrawala. Dan disana saya selalu bisa melihat ke bawah, melihat ketinggian yang selama ini selalu saya takuti. Disana saya selalu ingat betapa tiada berdayanya kita jika memang sudah waktunya tiba. Disana saya bisa merasakan ketakutan tiada terucap manakala cuaca berubah gemuruh.

Disana saya sadar bahwa saya tidak berdaya!!!

May 18, 2017

City of Stars


City of stars
Are you shining just for me?
City of stars
There's so much that I can't see
Who knows?
I felt it from the first embrace I shared with you

That now our dreams
They've finally come true

City of stars
Just one thing everybody wants
There in the bars
And through the smokescreen of the crowded restaurants
It's love
Yes, all we're looking for is love from someone else

A rush

A glance

A touch

A dance


A look in somebody's eyes
To light up the skies
To open the world and send it reeling
A voice that says, I'll be here
And you'll be alright

I don't care if I know
Just where I will go
'Cause all that I need is this crazy feeling
A rat-tat-tat on my heart


Think I want it to stay

City of stars
Are you shining just for me?
City of stars

You never shined so brightly

====
in the La La Land