Sep 22, 2021

Untold stories: Survivor/ Penyintas COVID 19

Saya kurang yakin darimana ketularan COVID 19, namun ada satu hal yang mungkin menyebabkan saya gampang tertular, bahwa saat itu semangat saya sedang menurun. Hal ini mungkin menyebabkan kewaspadaan yang berkurang atau imun yang turun.
 
Tanggal 15 Juli 2021, saya di vaksin yang kedua dg Sinovac. 
Tanggal 16 pagi badan sudah tidak enakan, namun saya anggap flu biasa. Namun yang mengejutkan karena tiba-tiba saya tidak bisa membau alias hilang penciuman. Saya langsung putuskan ke rumah sakit. Setiba di RS, saya langsung di tes antigen dan PCR, krn kemungkinan besar saya terjangkit covid...dan ternyata positif antigen. Keluarga saya panggil ke RS untuk antigen dan Alhamdulillah negatif semua.


Oleh dokter disarankan untuk isoman dulu di rumah. Malam tanggal 17 hasil PCR datang dan saya positif covid varian baru Delta. Hari Senin tgl 19 pagi hari dari hasil visit dokter disimpulkan saya harus dirawat krn saturasi oksigen saya di 93 dari angka normal 95 keatas.

Saya masih bisa nyopir sendiri ke RS meski agak goyang-goyang. Dan karena lagi peak season covid, penderita COVID saat itu banyak sekali dan saya harus menunggu di Emergency room sampai sekitar jam 11 malam. Sejak tiba, mulailah saya harus memakai alat bantu oksigen.



Saat visitasi dokter, beliau melihat bahwa kondisi sakit saya serius, dan sebenarnya direkomendasikan agar dibawa ke RSUD, untuk mendapat perawatan yang lebih. Namun saya bersikukuh ingin tetap di RS perusahaan karena selain dekat rumah juga sudah familier dg kondisi RS. 

Obat pertama yg diberikan setelah di ruang perawatan RS adalah Gammaraas, meski saat isoman di kasih obat produksi fujifilm Jepang yg terkenal umum untuk Covid. 


Obat atau semacam plasma Gammaraas diberikan selama beberapa hari dg injeksi melalui infus, dan saat tersebut saya selalu dimonitor ketat oleh para perawat. 


 

Sejak saat masuk RS, nafsu makan semakin hilang, badan lemas dan sesak nafas jika lepas oksigen. 

Saya sempat melakukan analisa, bahwa hal yg paling krusial untuk saya adalah ketersediaan oksigen, sehingga pasokan oksigen sentral menjadi fokus saya, khususnya saat ada kendala, misalnya saat penggantian tabung, atau masalah dengan masker, dll. Untuk support, dikamar akhirnya disediakan juga tabung oksigen tambahan selain di kamar mandi.

Sakit karena Covid adalah sakit yg aneh. Biasanya orang sakit bisa dijenguk, namun kali ini betul-betul diisolasi 100%. Bahkan nakes yg datang pun harus berpakaian hazmat dan terbatas. Kegiatan yg saya ingat hanyalah tidur, lihat wa dan internet, minum obat yang sangat bejibun sekali minum, suntikan anti pengentalan darah di pagi dan sore hari sehingga pundak sampai lebam-lebam (selama 18 hari), dan mengaji meskipun terputus-putus krn nafas yg sangat pendek. Saya selalu usahakan mandi dipagi hari agar segar, setelah itu tidur lagi.. (mungkin memang ditidurkan sama dokter kali ya)

Pada momen tertentu saat di titik terparah, sempat juga merasakan halusinasi..... Belum lagi saat itu hampir tiap hari saya menerima kabar duka, termasuk dari sahabat dekat saat SMA dan Kuliah... sehingga semakin mencekam dan horor...

Badan turun 8-10 kilo,tidak ada makanan satupun yg bisa masuk, kecuali kiriman istri berupa bubur sruntul dan jus buah....

Tersiksa sendiri, sampai pada titik pasrah kecuali doa dan semangat agar sembuh............

Tgl 27 setelah sepuluh hari positif saya minta di PCR... sekalian oleh RS di rongten / sinar x untuk paru-paru. Alhamdulillah esok malamnya kabar gembira tiba, saya sudah negatif covid..

Namun, karena serangan Covid ke paru-paru masih meninggalkan jejak yang parah, dimana oleh dokter ditunjukkan hasil rongten penuh bercak putih, maka saya masih harus melanjutkan perawatan. Kabar baiknya tidak lagi diruangan isolasi covid yg seram, tanpa AC dan tidak bisa dijenguk, namun pindah ke ruang perawatan biasa. Dan Alhamdulillah istri sdah bisa menjenguk, meski harus tes antigen dulu.


Oleh dokter saya harus stay untuk memulihkan saturasi ke angka  normal selama 5 hari. 
Dan kembali saya mulai babak baru pemulihan paru-paru dengan diberi antibiotik khusus selama 5 hari. (Kayaknya saya dijadikan percobaan obat baru deh..:)..




Selama 5 hari tersebut, latihan nafas dan olahraga nafas semakin sering dilakukan. Termasuk penyinaran punggung dan dada, selain obat yg masih banyak meski sudah mulai dikurangi. Posisi proning yang selalu saya lakukan sejak awal masuk yaitu tengkurap, miring ke kanan dan sandar menurut saya sangat membantu penyembuhan.

Alhamdulillah, di hari kelima saat dicek saturasi sudah mulai naik diatas 95 meski belum stabil 100%. Oleh dokter akhirnya boleh pulang di tanggal 4 Agustus.




Di rumah ternyata tidak seperti bayangan saya. Long covid ternyata masih menyisakan diri. Nafas kadang masih sesak, pemulihan masih perlu waktu. Latihan jalan, sakit-sakit kecil semacam alergi, sariawan, susah BAB, dll masih tersisa dan bermunculan, Termasuk krn nggak bisa makan dan saking kurusnya, saat duduk sambil berjemur terasa tulang kayak langsung beradu dengan aspal jalan.,... sehingga saya ambil cuti kerja sekalian memulihkan diri.

Untuk melatih nafas, setiap pagi-sore saya olah raga ringan di pinggir pantai, untuk mendapatkan oksigen yang kaya dengan mineral (kata teman2 sih) selain saya juga membeli oksigen concentrator untuk jaga-jaga jika diperlukan. Pemulihan COVID 19, ternyata membutuhkan kesabaran yang tidak kalah rumitnya dengan saat di perawatan..

Dan saat saya menulis pengalaman ini, Alhamdulillah saya sudah bisa olah raga bersepeda, tennis meja dan berat badan kembali ke 79 kg.

Lesson learned: Covid memang ada. Jangan percaya hoax. Kalau pas OTG mungkin lebih ringan, namun kalau serangannya serius seperti yg saya alami, maka kita sangat butuh RS dan Oksigen. Vaksin adalah salah satu ikhtiar paling ilmiah so far untuk menghadapi COVID selain 5 M (masker, dll pasti sudah hapal kan).

 Apresiasi untuk kerja NAKES yang dengan tulus mendampingi saya. Karena saya mungkin sempat di "ujung jalan" , hikmah sakit dan kesembuhan semakin memberikan kesadaran akan pentingnya mendekatkan diri kepada Allah SWT dan selalu menjaga kesehatan.

Covid memang dahsyat, namun ALLAH SWT jauh lebih dahsyat!!!!