Nov 28, 2017

Menyusuri Kota Tua Vienna dan Budapest, Bag. 2

Satu hal yang menonjol dari kota-kota ini adalah kesadarannya akan potensi wisata. Mereka paham betul bahwa wisatawan merupakan potensi pemasukan sehingga banyak kemudahan;kemudahan yang memang didesain untuk para pelancong. Contoh simpel ketika menginap di hotel SOHO Budapest. Untuk memberi kenyamanan dalam berkomunikasi, selama menginap kami dipinjami telpon yang bisa digunakan untuk panggilan maupun data wilayah budapest. Termasuk direct call ke hotel dan taxi sehingga para tamu betul betul terbantu.

Wisata keliling kota dengan transport darat dan sungai juga sangat nyaman, meski sedikit mahal.

Setelah tinggal selama 2 hari disana, sudah saatnya kami kembali ke tanah air. Terus terang Budapest menyisakan rasa penasaran lebih banyak karena ternyata masih banyak lokasi-lokasi yang masih belum terjelajahi.
















































Akhirnya waktu pulang telah tiba. Kami terbang dengan pesawat yg sama yaitu Turkish Airlines, transit di Istanbul dari Budapest. Pesawat terbang sekira siang dan sampai di Istambul jam 18.00 local time. Pemeriksanaan imigrasi saat memasuki Turki dari negara Eropa ternyata berbeda ketatnya dengan saat keberangkatan dari Jakarta. Ketika turun transit dari Jakarta, kami harus masuk lagi ke pemeriksaan ketat termasuk melewati X-ray saat di Istanbul Airport sebelum masuk ruang transit ke Vienna. Namun saat dari Budapest, kami langsung naik ke ruang tunggu tanpa ada pemeriksaan.

Oh ya, visa schengeen mungkin memang agak ketat saat mendapatkannya, namun setelah dapat, kita bisa agak leluasa bepergian antar negara, termasuk ketika naik kereta dari Vienna ke Budapest, tidak ada pemeriksaan sama sekali.

Jadwal penerbangan kami ke Jakarta sekitar jam 02.00 dinihari sehingga banyak waktu di Airport. Rencana kami akan keluar ke Istanbul, tapi ternyata bagi warga Indonesia, Truki belum bebas Visa meski bisa daftar dengan email, namun karena kurang persiapan terpaksa kami mengurungkan niat untuk keluar airport.

Airport Turki yang luas dan penuh dengan tempat penjualan sedikit menghibur kami, meski selama menunggu kami masih sempat tidurkan badan karena saking ngantuknya.




Selama menunggu kami bertemu dengan banyak orang Indonesia yang akan pulang dengan pesawat yang sama. Turki memang secara lokasi merupakan hub yang strategis untuk Eropa, Afrika dan Asia bahkan Amerika. Sehingga tidak heran kami menemui warga Indonesia yg flight originnya dari belahan negara di eropa berkumpul di Istambul Airport untuk pulang maupun pergi dari Indonesia.

Waktu boarding dan terbang on time. Setelah boarding dengan cepat pramusaji menyajikan makanan malam. Setelah makan malam, mereka memberi instruksi satu persatu kepada penumpang untuk menutup jendela pesawat?????

Menunggu subuh, untuk menyongsong tidur yang terlewatkan. Tanpa terasa nyenyak seali rasanya. Perbedaan waktu sekitar 5-7 jam membuat pesawat kami berkejaran dengan siang. Sesekali saya mengintip keluar jendela, dimana siang lari kencang mengiringi pesawat kami. Baru saya sadari kenapa pramusaji menyuruh kami untuk menutup jendela, agar kami menjadi penumpang yang baik (tidur nyenyak) karena jam biologis kami masih menyangka hari tetap malam.
 Salah satu enaknya naik Turkish Air sebagai Muslim, karena dia friendly to Moslem. Misalnya di TV/entertainmentnya juga disuguhkan Mushab Alquran, makanannya Insya Allah halal, dll.


2 Jam sebelum sampai kami terbangun,,,, atau mungkin dibangunkan untuk makan lagi. Ternyata waktu sudah malam saat saya cek monitor dipesawat saat terbang di atas Singapura. Jadi kami lewati dua waktu malam di pesawat.

Turun sekitar jam 19.00 lebih, membuat kami tidak ada pilihan nginap selain mencari hotel terdekat, yaitu hotel Airport Jakarta. Malam saya habiskan dengan nyenyak setelah tidur di malam sebelumnya di kursi bandara dan kursi airport. Alhamdulillah perjalanan sesuai dengan rencana; lancar dan tidak ada kendala yang berarti.

We'll see you again Europe!!!











Info terminal penerbangan di Jakarta.

Hanoi; Naga yang Menggeliat

Setiap kita mendengar kata Vietnam, sering terbersit sebuah negara yang identik dengan perang melawan Amerika, Rambo dll.

Alhamdulillah saya berkesempatan mengunjungi beberapa kota di Vietnam, dan ternyata kesan perang hampir tidak ada sama sekali kecuali beberapa monumen dan museum yang bahkan mungkin kurang menarik lagi untuk dikunjungi.

Saya berangkat tanggal 12 Nopember 2017 dari Jakarta. Perjalanan menuju Hanoi mungkin belum terlalu populer, sehingga direct flight masih sulit untuk didapatkan dari Jakarta. Saya terbang memakai Malindo dari terminal 2D di Cengkareng, transit di kuala lumpur sekitar 3-4 jam sehingga cukup waktu untuk berfoto ria dan lanjut langsung menuju Hanoi.

Tiba di Hanoi sekitar sore hari masih menyisakan kesempatan bagi kami untuk nyantai di Airport makan siang dan tukar Dong; mata uang Vietnam. Jangan kaget Dong lebih murah dari Rupiah sehingga pecahan uangnya juga lebih besar. Saya sempat kaget saat tukar uang, dikasih pecahan 500 ribu Dong.

Ternyata murahnya mata uang juga berpengaruh terhadap murahnya harga barang-barang di Vietnam. Jika ada senang belanja, Vietnam adalah salah satu surga belanja....:)

Setelah makan siang, kami rombongans ekitar 25 orang berangkat menuju hotel Sari Pan Pacific Hanoi dengan ditemani Guide Vietnam yang berbahasa Indonesia.

Guide yang sangat profesional dengan joke-joke dan pemahaman ttg Indonesia yang baik, membuat kami merasa homy.

Tiba di hotel, kami habiskan waktu untuk istirahat dan jalan. Setelah makan malam di restoran Batavia, yg mengkhususkan makanan Indonesia, kami disibukkan dengan penjual suvenir yang menjajakan barang dengan menarik dan murah. Lumayan untuk buah tangan saat pulang ke Bontang.

Tapi saran saya, jangan senang dulu dengan harga yg sudah murah tersebut sebelum anda shopping di pasar lama yang ternyata jauh lebih murah lagi harganya...:)













Bersambung....