Jun 6, 2010

Teknologi Yang Semakin Menantang Kodrat Kemanusiaan

Beberapa minggu lalu saat kami sedang setting video conference call, seorang kolega sambil mengetes suara dan kesiapan alat di kedua pihak, nyeletuk kepada rekan kerja di seberang sana, di Jakarta. “Mas, ni kacang. Tolong keluar dari layar dan ambil sendiri”. Masih iseng beliau terus bertanya terutama kepada rekan-rekan yang ada di ruangan, “Coba ya, tiba-tiba tangannnya dia keluar dari layar monitor, dan tiba-tiba ambil kacang yang kita tawarkan, he,he,he…!”. Disahuti oleh tertawaan rekan-rekan lain.

Hari itu, mood saya lagi bagus, sehingga masih punya semangat menimpali. “Mungkin saja mas, suatu saat nanti hal itu bisa terjadi." Sama halnya, kalau kita tanya nenek kita, apa pernah waktu itu beliau membayangkan bahwa sekarang kita bisa berhadapan muka satu sama lain dari tempat yang berjauhan seperti ini, ngobrol, diskusi bahkan kadang-kadang marahan?. Apa pernah beliau-beliau membayangkan bahwa cara kita berkirim surat tidak lagi melalui pos, tapi melalui e-mail atau handphone, yang hanya dengan sekali klik, dan dalam sepersekian menit atau bahkan detik sudah sampai ditujuan. TIDAK PERNAH.

Jangan-jangan, saat itu membayangkanpun beliau-beliau akan kesulitan. Saking susahnya membayangkan hal-hal yang bersifat modern seperti saat ini, bahkan menurut cerita, seorang kiyai terkenal, disebuah kota kecil, sampai akhir hayatnya tidak pernah percaya kalau manusia pernah menginjakkan kakinya di bulan…. “Ah itu boong-boongan”, kata beliau dengan enteng.

Membayangkan jaman dulu saat sekolah, menulis surat dengan ditulis tangan halus. Lama kemudian diketik baik memakai mesin ketik atau program WS computer yang mana pada saat itu, hal tersebut adalah sebuah kemewahan.

Dibeberapa kesempatan saat ini, saat sedang membuat memo dan sering di koreksi saat routing, sesekali saya membayangkan “ Gimana ya jaman dulu, kalau sedikit-sedikit draftnya dicorat-coret seperti ini!”. Ngetik ulangnya ya jelas dari awal....
Ya, memang kecepatan perkembangan teknologi sungguh tak terbayangkan.

Contoh lain tentang teknologi yang “terlalu” cepat berkembang adalah telepon. Sepertinya belum terlalu lama ketika kita bersyukur sekali saat ada wartel yang isinya deretan telepon koin, kemudian disusul dengan telepon kartu. Tiba-tiba sekarang, telepon berubah menjadi barang yang paling intim dengan manusia. Karena hampir setiap hari dia nempel dengan kita.

Dari segi fisik, susah jika saat itu membayangkan bahwa handphone saat ini hanya segenggaman tangan. Belum dari segi kualitas, dimana saat ini tidak perlu lagi tombol dan stylus, karena tinggal kita usapkan jari, maka handphone akan beroperasi.

Kondisi ini membuat beberapa orang mulai mengkawatirkan perkembangan teknologi yang seakan-akan terlalu laju dibanding kodrat dasar manusia. Ambil contoh jejaring social, semisal facebook, twitter, messenger, dan lainnya. Dari segi social ada yang mengkawatirkan, karena teori standar yang menyatakan bahwa manusia perlu bersosialisai (secara fisik), mulai memudar. Orang mulai nyaman bersosialisasi lewat dunia yang tidak nyata; dunia maya. Kita cukup puas ngobrol dengan memakai computer. Kita semakin jauh dengan tetangga, dimana dulu mereka dijuluki sebagai “saudara terdekat” selain “saudara kandung” yang jauh dimata.

Pertanyaannya adalah “Siapkah manusia menghadapi tantangan yang mungkin akan mengikis “kemanusiaan” mereka?”
“Siapkah kita menerima jika suatu saat nanti untuk mengambil kacang yang sedang disajikan di kantor Bontang, rekan saya di kantor Jakarta hanya cukup menjulurkan tangannya lewat layar televisi Conference Call?”

Atau mungkinkah cerita Plato tentang benua Atlantis yang tenggelam karena rusak oleh kecanggihannya sendiri akan kembali mengambil bentuknya saat ini?
Ternyata kecanggihan teknologi selain menggembirakan, juga cukup mendebarkan !!!

No comments:

Post a Comment