May 22, 2009

Orang Baik Perlu Dikorbankan

Beberapa kali saat buka kulkas dan mau menikmati minuman kotak baik itu jus apel, jus madu, teh, green tea, atau yang sejenis muncul kekesalan dalam hati, karena sedotan yang seharusnya ditempel dikotak minuman kotak tersebut, selalu terpisah. Saya tanya istri kenapa sedotan dipisahkan, katanya dari tokonya sudah dipisah. Penasaran!!

Disuatu kesempatan, saat berbelanja, saya tanyakan hal tersebut ke penjaga toko dan anda tahu alasannya? ”Kalau sedotannya ditempelkan dikotaknya Pak, beberapa kali ditemukan kotak-kotak kosong karena bekas diminum! (entah oleh pengunjung nakal atau mungkin penjaganya kali ya)”.



Lho??? Lalu kenapa saya sebagai konsumen yang baik-baik, tidak pernah nyruput minuman secara ilegal, selalu bayar di kasir, bahkan telah menjadi pelanggan setia selama bertahun-tahun harus jadi korban ketidaknyamanan? Hanya gara-gara ulah orang lain yang nakal?

Ternyata kalau kita renungkan dan pikir-pikir memang pada beberapa kesempatan orang yang baik-baik perlu menjadi korban.

Kita tentu masih ingat beberapa waktu lalu ketika terjadi kecelakaan pesawat yang menimpa rumah penduduk dan menyebabkan mereka yang tidak tahu apa-apa tentang perawatan pesawat yang kurang bagus atau tentang uang perawatan yang disalahgunakan, atau tentang overload beban pesawat, dll, (bahkan saya yakin mereka belum pernah naik pesawat) harus ikut meregang nyawa. Semua itu terjadi karena kesalahan orang lain!!!

Atau sebuah truk yang dihantam kereta api, karena penjaga pintu palang kereta yang lalai. Atau mereka yang sedang asyik jalan di trotoar dengan hati-hati tetap juga diserempet mobil yang dikemudikan sopir ugal-ugalan! Orang baik memang perlu dijadikan korban!!!

Dan orang baik perlu dikorbankan ternyata tidak hanya terjadi disitu. Di tempat kerja pun kadang kita temui hal tersebut. Terkadang kita sering abai terhadap mereka yang baik-baik, rajin bekerja, patuh pada aturan. Tapi malah perhatian pada mereka yang vokal meski jam kerjapun kadang diolor-olor, kualitas pekerjaan biasa-biasa saja tapi karena sering merepotkan maka perlu dicari aman (bahasa kerennya dispecial treatent), atau hanya karena daripada susah-susah mendengar protes mereka, maka yang baik diminta pengertiannya????. Akhirnya waktu lebih banyak diberikan pada bukan orang yang baik, sehingga sekali lagi orang baik perlu ditelantarkan.

Jadi dibanyak kesempatan orang baik memang perlu dikorbankan?

Lantas anda masih ingin menjadi orang baik? Terserah jawaban anda.

Yang saya tahu strategi mengorbankan orang baik terjadi karena pelakunya tidak punya standar baku yang telah terbukti bisa diaplikasikan dengan baik (atau kalaupun sudah ada tapi dilanggar), baik dalam menjual, bekerja atau bahkan dalam kehidupan. Dan setiap hal yang tidak teratur tanpa standar baku, tanpa prinsip, tanpa tujuan, tanpa target yang jelas, pada akhirnya hanya akan mencapai kegagalan. Hanya menunggu waktu!!!!

Jadi anda masih ingin menjadi orang baik?

May 21, 2009

JIKA HUJAN, UANG KEMBALI

Jam 18.30, sesuai jadual, kuambil kunci si hitam avanza 1,5 ku. Perasaan sudah beberapa minggu ini jarang kupakai si irit gesit ini, karena tiap hari dipakai antar jemput si teteh yang harus mengikuti bimbel untuk persiapan UAN. Agak kagok dengan setelan tempat duduk dan kaca spion karena setelan istri lebih rendah.

Sekilas kulihat sekali lagi hal-hal penting yang perlu kubawa; kunci Soluna titipan p. Bos, Undangan, Visitor Program tamu Expat untuk acara besok (karena kadang tengah malampun telpon berseliweran menanyakan program perusahaan), dan terakhir songkok, karena sore ini kami bertugas menghadiri undangan pembukaan MTQ propinsi.

Setelah kutukar Avanza dengan Soluna di kantor Humas, kujemput bos di rumah. Menunggu beberapa lama, akhirnya kami berangkat bareng menjemput pimpinan perusahaan untuk bersama-sama menuju pendopo kota.

Sebelum naik mobil, ku telepon petugas lapangan untuk meyakinkan bahwa seat undangan atas nama pimpinan kami telah tersedia. Maklum kalau sudah acara para pejabat, perebutan “kursi” tempat duduk tak jarang sering terjadi. Bahkan tag name nama pejabat yang sudah di tempel di tempat duduk pun kadang masih bisa pindah.

“Ok Pak Bus, round table available for our boss at pendopo for dinner. After that continue to location”, sahut p. BB disebrang sana. (Di kantor kami selalu punya initial atau nickname. Kebetulan inisial ku adalah BUS. Sedang petugas lapangan yang memonitor lapangan p. BB dan p. Mar). Lega, sebentar diskusi langsung kami berangkat dengan Camri 3000 CC. Wuih…. (Salah satu asyiknya acara gini ya paling tidak bisa numpang mobil nyaman, he,he,he…)

Di tengah jalan sempat kuintip awan yang mulai menggelayut berbarengan dengan titik-titik air hujan yang mulai berjatuhan di kaca depan. Kulirik driver dan spontan kutanyakan apa siap dengan payung. “Ok pak, siap di bagasi”. Aman.

Turun, ke pendopo kota langsung handover dengan petugas lapangan. Sambil menunggu Bapak-Bapak yang asyik bersosialisasi dan makan malam, kumanfaatkan waktu untuk ngobrol dengan teman-teman, baik dari instansi pemerintah, militer maupun perusahaan. Saking asyiknya ngobrol, kami terpaksa melewatkan makan malam di pendopo.

Cuaca semakin terlihat tak bersahabat. Setelah pimpinan settled, petugas lapangan handover tugas kembali dan mereka berdua melanjutkan ke acara pembukaan MTQ Propinsi sekitar 400 meter dari pendopo. Lagi-lagi untuk memonitor seat dan kondisi lapangan. Sempat kupesan kepada mereka, “Tolong handphone dipasang nada getar juga!”.

Tepat jam 20.00, seluruh undangan bergerak. Seperti biasa kutelepon rekan-rekan tim pendahulu, bahwa kami meluncur. Turun tepat di gerbang arena MTQ, hujan sudah mulai turun. Para petugas mulai kelabakan mencari payung.

OMG!, ternyata arena tempat pembukaan adalah arena terbuka tanpa tarub/ pelindung dari air hujan. Ya ampun, kelihatannya Panitia tidak antisaipasi atau karena punya maksud lain, padahal undangan termasuk pejabat VVIP provinsi.

Sambil mengantar maju, kulihat kursi-kursi sudah basah semua. Karena hujan mulai stabil, terpaksa asisten protocol kumintai tolong memegangi payung untuk pimpinan kami. Terakhir dia kulihat masih memegang payung tanpa bergerak, sampai sekitar dua jam kemudian. Luar biasa komitmen teman satu ini.

Lebih luar biasa lagi, ternyata meskipun hujan, panitia tetap menjalankan agenda acara seperti dalam kondisi normal, padahal para undangan sudah mulai berbasah-basah. Bapak-Ibu undangan mulai kasak-kusuk, mengeluh kenapa acara tidak dipadatkan saja dan sedikit mempertanyakan antisipasi panitia thd kemungkinan hujan turun, yang tidak dilakukan sama sekali (atau karena ada tujuan lain?). He,he,he.. untungnya malam itu aku pakai kopiah dengan keterangan "Anti Air", meski tetap basah juga.

Karena hujan semakin deras, aku mundur dan lagi-lagi ketemu teman-teman lain, termasuk panitia. Sempat kutanyakan kenapa nggak dipasang tarub. Beberapa menjawab bahwa tarub dikawatirkan akan menggangu lighting yang telah disiapkan untuk acara pembukaan dan proses pengambilan gambar TV.

AHAAAAA! Aku tahu jawabannya sekarang , mengapa teman2 panitia tidak memasang tarub, meski Bontang terkenal dengan hujannya yang tidak bisa di predisksi. Datang sesukanya!!!

Jangan-jangan teman-teman panitia menyiapkan hanya 2 pilihan. TAMPIL TERBAIK ATAU TIDAK SAMA SEKALI. (Selain alasan lain, memang tidak antisipasi hujan)

Kalau memang benar alasan yang pertama, panitia betul2 mengambil resiko acara tidak maksimal dengan tidak memasang tarub, dengan tujuan agar saat pembukaan, (jika tidak hujan) lighting dan jimmy Zip untuk rekaman (benar nggak ya ngejanya) tidak terganggu. Sebuah pilihan yang berani (meski sedikit ada gambling). Karena tahu alasannya saya akhirnya maklum juga, meski kali ini teman-teman kurang beruntung… hujan tidak mau diajak kompromi, sehingga acara yang rencananya sangat meriahpun terpaksa tidak bisa ditampilkan maksimal.

Karena hujan semakin deras , dengan berat hati kami terpaksa undur diri. Setelah Bapak-Bapak aman masuk mobil, aku terpaksa memisahkan diri karena sudah basah kuyub. Menunggui acara sebentar, akhirnya tim aku ajak pulang. Namun karena kedinginan, kami putuskan untuk cari penghangat badan. Lurus dengan arah pulang, disebrang jalan kulirik restoran Prasaja masih buka. Kami putar, turun dan ternyata menu tongseng masih tersedia. “Pesen tiga porsi Bu!”.

(Paragrap berikut termasuk salah satu bagian terbaik dari cerita ini, selain tentang 2 pilihan panitia diatas yang terkesan gambling)

Sambil makan, masih kusempatkan bertanya ke asisten protocol kenapa selama hampir dua jam dia tidak bergeming dari memayungi pejabat tertinggi perusahaan, padahal sempat ditawari gantian dengan protocol perusahaan lain yang kebetulan pimpinannya duduk bersebelahan dengan bos kami, maksudnya supaya dua-duanya tidak memayungi sekaligus tapi bergantian sambil hemat energi. Dengan enteng dia menjawab, “Wah jangan sampai pak atasan kita dipayungi orang lain. Gengsi dong. Beliau itu pimpinan tertinggi kita lho, harus kita payungi sendiri!!!!”

Sebuah jawaban sederhana, tidak rumit namun mengena. Sambil kurasakan hangatnya tongseng daging kambing, kukagumi pemikirannya tentang caranya dia mendefinisikan loyalitas. Meski itu dilakukan oleh p. Mar, asisten protocol yang selama ini kami anggap tidak pernah berpikir rumit apalagi canggih.

Tongseng malam itu terasa sangat ueenak, mungkin karena lagi lapar, atau kedinginan. Sebelum kami pulang sempat kulemparkan ide ke teman-teman. “Begini saja mas, gimana kalau aku buka jasa pawang hujan. Tagline iklannya berbunyi, “Jasa Pawang Hujan Paling Top. Jika HUJAN, dijamin uang kembali”.

Teman-teman pada terkekeh-kekeh…… “SAMA JUGA BO'ONG PAK, Itu mah sama dengan Gambling dan suka-suka sendiri. Harusnya taglinenya DIJAMIN TIDAK HUJAN”…. Kujawab sendiri dalam hati, "Ya ndak apa-apa, toh terkadang GAMBLING bisa menghidupkan dunia dan membuatnya penuh harapan!!!." (kata teman yg bener2 suka gamble)

Dan hari ini, saat kutulis blog ini, 2 hari setelah acara, ada kenang2an yang masih tersisa. M600i Sony Ericcson, HP tersayang ku tenyata saat itu terkena air hujan, sehingga touch screennya tidak berfungsi. Lalu apa guna M600i tanpa touch screen. .....:(

May 14, 2009

Mencapai Kebahagiaan Hidup Ala SpongeBob SquarePants

Beberapa kali, di pagi hari jika si kecil saya yg baru berumur 3 tahun sempat bangun awal, yang pertama di tonton adalah sebuah film anak-anak; SpongeBob SquarePants. Di beberapa kesempatan ternyata tidak hanya si kecil yang hobi film tersebut, tapi si kakak berumur 9 tahun dan tetehnya yang mau lulus SD ternyata juga gemar menikmati film tersebut.

Saya ingin memastikan kualitas film tersebut, dengan lebih fokus melihat satu episode paling tidak untuk tahu apakah tidak ada yang salah dengan tontonan kegemaran si kecil ini.

Setelah beberapa kali menemani mereka menonton, ternyata saya temukan ada beberapa karakter positif yang perlu dicontoh. Jika kita mengadopsi cara hidup SpongeBob, saya yakin akan berkontribusi untuk mencapai kebahagiaan hidup. Beberapa hal positif ttg SpongeBob antara lain:

1. Berpikir, Bertindak Positif dan Optimis.
Sponge Bob selalu menemukan hal terbaik dalam setiap situasi. Dia selalu berpikir positif dan optimis meski dalam kondisi di dzolimi. Pikiran dan tindakan positif ini ternyata selalu berbuah positif juga bagi spongeBob. Pikiran anda ternyata akan membentuk realitas anda.

2. Menghargai Orang Lain.
SpongeBob adalah tokoh yang sangat menghormati persahabatan. Dengan si Patrick, bahkan dengan Squidword yang kadang nakal. Termasuk ketika berhadapan dengan bosnya Mr. Crab yang kadang mencuranginya. Dia tahu bahwa menhargai orang lain adalah faktor utama dalam menciptakan hubungan yang kuat.

3. Menjadi Diri Sendiri
Banyak orang yang takut, malu dan tidak percaya diri untuk menjadi diri sendiri. Sering kita mengorbankan diri sendiri untuk menjadi orang lain dan bergabung dengan mereka. Beranilah menjadi diri sendiri yang sebenarnya dan menjadi yang terbaik.

4. Menikmati proses hidup.
Kesuksesan tanpa kebahagiaan adalah sesuatu yang tidak berguna dan tidak masuk akal. Taklukan gunung dan seberangi samudra namun jangan lupa menikmati proses mencapai semua itu. SpongeBob selalu menikmati setiap detail perjalanan dalam mencapai sesuatu dengan kegembiraaan dan kesenangan.

5. Mengeksplorasi Setiap Kemungkinan
Tidak ada hal yang tidak mungkin bagi SpongeBob. Dengan kreatifitas, optimisme dan kesederhanaan berpikirnya, dia senantiasa mampu mengatasi persoalan. Selalu ada cara lain di kala satu cara tertutup. Selalu ada jalan lain, ketika satu jalan macet. Selalu ada jalan menuju Roma.

May 12, 2009

STOP TO RECALCULATE MY ROUTE

Sakit gigi ini kembali menyiksa. Tampaknya udara dingin pegunungan kembali mengusik tiga gigi bolongku sehingga mereka mulai menggigiti syaraf rasa sakit di otakku dan mendistribusikan rasa cemot-cemot ke seluruh bagian tubuh. Ku ambil satu buah dumin untuk meringankan sakit ini.

Tidak biasanya kuambil obat sejenis pain killer ini. Biasanya aku biarkan rasa sakit itu sampai batas yg tidak bisa lagi kuterima sakitnya, untuk kunikmati, sekaligus pengingat bahwa aku sudah beranjak tua. Bahwa gigi bolongku selalu kugunakan untuk menjadi pengingat kalau itulah salah satu titipan Tuhan sekaligus harta berharga yang tidak bisa lagi menjadi utuh kembali atau kudapatkan kembali, sampai akhir hayat nanti. Sama dengan cerita seorang Nabi (entah Nabi siapa ya.. kok aku pelupa ya..) yang minta kepada sang Maut untuk diberi pertanda jika sang maut mau menjemput.


Dan tanda-tanda rambut putih, tubuh ringkih, dan mungkin gigi bolongnya terlewatkan karena mungkin tak pernah terpikirkan bahwa itu adalah sebuah tanda tentang proses hidup kita yang selalu berjalan menjauh dari titik awal dan mendekati titik akhir. Sebuah takdir atau hukum alam yg tidak bisa ditolak.

Seharian sebelumnya, aku jelajahi kebun di punggung gunung disebuah tempat di desa Cikeray, Sukabumi. Masih jelas track yang kulewati, turun dari desa, nyebrang sungai berbatu, dimana si mbak yg mungkin jarang turun ke sungai, sempat terjatuh…. naik ke rangkaian sawah berpadi, terus ke punggung gunung, turun ke sebuah saung. Rekan-rekan asyik mendiskusikan sketsa kebun, sedangkan pikiranku melayang entah kemana. Satu jam kemudian, kami turun dan kembali ke kampung dengan mendaki tanjakan yang hampir berderajat 45.

Kuraba betis dan pahaku, dan kurasakan pegel-pegel serta linu-linu mulai berdatangan, saat rasa sakit gigi mulai memudar, mungkin kekuatan si dumin mulai mengusir rasa sakit gigi ini. Mas Darsan dari Sulawesi sudah tertidur nyenyak. Aku yakin dia terbiasa tidur di kasur spring bed sama halnya aku, tapi kondisi kecapekan membuat kasur kapuk randu bu Usur; sang pemilik rumah, bukan masalah besar.

Dengkuran lembutnya sedikit banyak turut mengantarkan kangenku dan lamunanku ke keluarga di Bontang. Sore tadi si kecil menelpon minta dibelikan tempat minum Barbie. “Untuk cekolah Ayah. Tolong dong beliin yang banyak!”. Suaranya yang nyaring seakan masih menempel di telinga. Tapi aku nggak yakin bisa memenuhi permintaannya kali ini. Boro-boro beli aksesori Barbie, sedangkan untuk mencari toko yang menjual sabun mandi saja mungkin langka sekali. Ya aku nggak bawa perlengkapan mandi, karena kukira seperti biasanya, peserta akan nginap di Hotel…. Ternyata kami harus homestay di rumah penduduk, sekalian merasakan spirit kehidupan masyarakat desa yg sesungguhnya… Itu katanya Panitia.



Kesibukan kantor, rumah dan keramaian keluarga yg biasanya sering membuatku menarik nafas dalam, kini berganti sunyi. Kembali kurasakan sepi dan heningnya hidup. Tanpa sadar, kutelusuri lagi jejak-jejak perjalanan harianku selama ini.

Pagi jam 03.00 bangun, sholat, kalau nggak males ngaji, buka computer, nunggu Shalat Shubuh, kalau masih tahan aku akan terbangun sampai saat mandi pagi sekitar jam 06.30, makan pagi, dan jam 07.00 tepat mulai rutinitas kantor. Jam 4 sore atau jam 5 kalau Jum’at baru keluar dari kantor. Sabtu, Minggu libur. Kalau pas ada tamu perusahaan atau undangan dari masyarakat, malam kadang aku harus turun…

Ah tanpa terasa sudah kulakukan rutinitas itu sekitar 11 tahun.

Kemana lagi hidup ini akan manarikku? Apakah, jika Allah mengijinkan, sampai 2028 saat rencana pensiunku nanti, rutinitas ini yang akan aku jalani. Lantas apa yang aku cari….. Apakah hanya itu? Inikah hidup yang memang aku impikan dulu?

Saat itu, tempat favoritku kalau tidak alun-alun Malang ya beranda perpustakaan untuk menyusun keinginan-keinginanku? Waktu itu gambaran menjadi seorang Guru atau Dosen atau Wartawan selalu menarik minat. Aku ingin punya istri yang baik, cantik. Aku ingin secara ekonomi berkecukupan. Aku ingin naik Haji. Aku ingin membantu keluargaku yang lain. Bahkan saat itu terbersit pertanyaan, mungkin aku bisa jadi dukun kali ya, karena kadang-kadang firasat dan intuisiku sangat tajam.

Lulus, nikah, ngajar, menjadi translator, nyoba kerja di Jakarta meski hanya satu minggu, dapat kerjaan settled di Jogya berkat bantuan teman, dapat panggilan ke Bontang bersamaan dengan panggilan sebagai seorang Guru…..dan banyak lagi. Banyak detail yang tak muat untuk kuceritakan di tulisan ini.

Kembali kucari poin dimana aku bisa menemukan, apa sih sebenarnya saat itu yang kuinginkan untuk hidupku saat ini? Garis besarnya sih kelihatannya sama; financially cukup, punya keluarga yang harmonis, punya kesempatan untuk menjelajahi spiritualitas…….. ya duniaku saat ini sudah cocok dengan dunia yang saat itu kuimpikan…



Tapi apakah detailnya benar-benar sama dengan impianku saat itu? Ataukah ada sesuatu yang belum aku dapatkan, sehingga sering resah ini menemuiku….. Apa ya????

ZZZZZZ, GRRRRRR, tiba-tiba teman tidurku tersedak oleh dengkurnya sendiri, yang karena saking kerasnya membuyarkan lamunanku.. Ah tidur dulu lah… Mudah-mudahan dalam mimpiku kali ini sang mimpi berkenan mengingatkanku kembali tentang apa-apa yang dulu kuimpikan, janji-janji yang belum kupenuhi…. ..detail yang kelewatan.