Oct 1, 2017

Menyusuri Kota Tua; Vienna dan Budapest


Setelah agak menyesal karena nggak sempat menuliskan pengalaman menyusuri kota-kota di benua selatan (Australia) sekitar 2 tahun lalu, kali ini saya coba menuliskan pengalaman perjalanan saya menyusuri kota-kota tua di benua Eropa, tepatnya di Vienna dan Budapest, agar tidak lupa untuk dijadikan kenangan.
Seperti biasanya, saat bepergian ke luar negeri, pertama yang perlu diperhatikan adalah syarat masuknya, apakah bebas visa atau tidak. Untuk Eropa, Indonesia sayangnya masih harus mengurus visa. Dan karena perlu biomterik dan cap jari, maka kita harus langsung hadir. Karena sekalian di Eropa , saya mengurus Visa Schengen Staaten sehingga bisa masuk ke seluruh negara Eropa.

Setelah hadir di Kuningan City untuk foto dan cap jari visa, kami perlu sekitar 15 hari kerja untuk menunggu apakah diperlbolehkan masuk...dan Alhamdulillah ok.
 ----------------------------
Sebelum hari H keberangkatan, saya pastikan dulu reservasi paket internet eropa dari Telkomsel untuk 7 hari dengan biaya sekitar 1.1 juta telah siap. Salah satu kemudahan Telkomsel (sorry bukan promo ya) adalah bisa reservasi duluan untuk aktifasi paket. 

Perjalanan saya mulai dari Jakarta tanggal 19 September malam jam 20.50 dengan Turkish Airlines. Kenapa memilih maskapai ini, selain karena rekomendasi travel agent, juga karena masukan dari yang pernah memakai pesawat ini yg mempunyai kesan baik. Turkish Air terbang ke Istambul dari Jakarta hampir sekitar 7 jam. Turun di Istambul sekitar 4 jam untuk connecting flight ke Vienna dg pesawat yg lebih kecil. Sehingga lumayan masih bisa menikmati airport Istambul yang kesannya memanjang dipenuhi dengan fasilitas belanja, untuk sekian lama. Setelah terbang sekitar 2 jam lebih kami akhirnya mendarat di Vienna. Tidak sebesar yg kami bayangkan, mungkin bandara Vienna nampak seperti bandara Juanda Surabaya. 

Di bandaraVienna, kami tidak lupa tukar uang Euro dan mencari kartu SIM tambahan handphone satunya agar komunikasi selama di Eropa dengan keluarga dan kolega tetap lancar. Dan kebetulan dapat unlimited SIMCARD Eropa minus Turki seharga 40 Euro. 

Karena membawa bagasi 4 buah untuk 3 orang, kami diskusi dengan petugas yang menangani taksi agar dicarikan mobil yang agak besar. Kami dapat mobil sedan dengan bagasi lapang dan kondisi yg sangat nyaman. Driver sempat memacu kecepatan sampai 150 km/jam dan tetap dalam kondisi nyaman. Sekitar 40 menit taksi sampai ke Hotel Mercure Wien City yg sudah saya booking seminggu sebelumnya dg argo sekitar 40 Euro.

Karena satu kamar belum siap, terpaksa saya menunggu sekitar 1 jam. Suhu sekitar 9 derajat Celcius membuat saya belum berani langsung jalan tanpa persiapan dan menyesal telah mengeluarkan syal dari koper saat hendak berangkat.

Hari itu setelah sore baru kami berjalan-jalan ke pasar tradisional, mengenal kota, tentunya dengan persiapan yg lengkap. Yang menarik dengan Vienna adalah bangunannya yang sebagian besar adalah bangunan model tua. Bahkan toko pun tidak seperti toko kebanyakan di Indonesia, semua dalam gaya bangunan tua. Pasar tradisional hampir sama dengan Indonesia, bedanya sangat bersih dan higines….
 
Saya habiskan sore hari dalam cuaca yg dingin mengelilingi area sekitar hotel dengan jalan kaki. Dan tanpa sadar, mata yang sebelumnya melihat kesana kemari tiba-tiba terpaku pada café Howler; sebuah café yang menyajikan Kebab….:) tanpa diskusi lama, kami langsung masuk dan duduk… Hmmmm ternyata porsinya jumbo.

Sore hari kami selesaikan jalan-jalan dengan belanja kebutuhan, khususnya buah di Supermarket SPAR, sebuah supermarket terkenal yang menyediakan buah, sayur, keju, makanan ringan, aqua termasuk beer….. Ambil secukupnya, dan saat belanja jangan lupa bawa tas dari rumah, krn disana tas untuk belanjaan harus beli. Euro yang mahal, yaitu sekitar 15.900 rupiah per Euro, membuat kita harus hati-hati mengeluarkan recehan kecil karena sering silap jika tidak teliti dengan 1 cent, sampai 50 cent.

Malam hari kami habiskan waktu untuk tidur karena besok pagi-pagi sekali kami perlu lihat venue untuk acara.
-----------------------
Habis Sholat Subuh, kami langsung keluar jalan kaki dan sekaligus mencari lokasi acara yang akan dimulai sore hari jam 16.30 local time. Keluar dari pintu hotel, angin dingiiin langsung menerpa leher dan telinga yang telanjang tanpa penutup. Dinginnya sangat sensasional, seandainya saja rasa dingin itu bisa dituliskan dengan kata-kata…hmmmm////
Berjalan menyeberangi sungai Danube yang bersih dan friendly terhadap pejalan kaki, kami tempuh jarak sekitar 950 meter dalam 15 menit. Bantuan google map sungguh luar biasa karena dia mampu menunjukkan lokasi dengan sangat akurat. Bahkan saat sebelum berangkat, ketika mencari hotel yg dekat dengan venue saya sudah menggunakan google maps untuk mendapatkan hotel terdekat. Kebetulan saya member Le Accor grup hotel mercure, ibis, novotel, dll sehingga bisa dengan mudah booking menggunakan aplikasi jauh-jauh hari. 

Sore hari, kami ke acara dan semua berjalan lancar. Selama tiga hari kami ketemu para akademisi dari berbagai negara dari 5 benua untuk saling menyampaikan konsep dan praktik CSR. Sebuah kebahagiaan tersendiri bisa ketemu dengan mereka dan belajar banyak ttg konsep-konsep CSR.

Di sela-sela kegiatan resmi, kami sempatkan jalan-jalan sepanjang Vienna. Kesempatan untuk City Tour sangat gampang karena disana tersedia penyedia jasa bis city tour HOP ON HOP OFF dengan pilihan jalur yang bervariasi. Dengan 25 euro anda bisa sepuasnya berkeliling Vienna. Sebuah contoh penataan wisata yang patut ditiru oleh negara kita yang modal keindahannya tidak kalah menariknya.

Kami juga sempatkan membeli berbagai souvenir meski dengan nilai yang agak mahal. Dan selfie jangan sampai terlupa.




=============
Tanpa terasa waktu berpisah dari Vienna telah sampai pada waktunya. Setelah 4 hari menjelajahi Vienna, kami meneruskan perjalanan ke Budapest, Hungaria dengan menggunakan Kereta. Dari hotel ke Station lumayan lancar. Kebetulan kami sudah pesan tiket dan check in tiket sebelumnya, sehingga sesampai disana kami tinggal mencari platform untuk RJ 61 jurusan Munchen-Budapest. Jam 11.50 tepat kereta tiba dan tak lama kemudian berangkat meuju Budapest. Meski ekonomi, namun tak kalah dengan kualitas kereta executive di Indonesia, tentunya karena harganya juga lebih mahal dibanding kereta eksekutif dengan lama perjalanan 2.5 jam sejauh Jakarta-Bandung kalau di kita.

Lancar dan akhirnya kami tiba di Stasiun Budapest Keleti. Kedatangan kami disambut oleh wajah stasiun yang terkesan kuno dan besar. Taksi sangat mahal, sehingga dianjurkan jika tidak membawa barang bawaan banyak lebih baik naik bis atau kereta kota. Dan ternyata betul dugaan saya, "Seharusnya you telpon taksi resmi, krn kalau naik di pinggir jalan pasti akan overcharged",  kata receptionist di Hotel Soho tempat kami menginap. 

Awalnya kami underestimate dengan Budapest krn terkesan kota tua dan agak kotor dibanding Vienna. Namun keesokan harinya saat kami naik bis HOP ON HOP OFF keliling Budapest, termasuk dalam tiket adalah wisata sungai Danube, kami baru menyadari bahwa Budapest lebih menarik untuk object wisatanya. Kami sempatkan ke pasar traditional yang bersih dan rapi, dan ternyata berdasarkan obrolan penjual disana, Indonesia lumayan terkenal disana…. Khususnya karena suka belanja….

Sepanjang hari kami keliling-keliling kota termasuk dari arah sungai, sampai terasa puas menikmati bangunan-bangunan tua dan keindahan arsitektur kota Budapest. Sebuah achievement yang luar biasa mengingat bangunan-bangunan tua tersebut termasuk jembatan nya dibangun sekitar era 1800 an. Mengingatkan bangunan tua kreasi kolonial Belanda yang ada di Indonesia, yang kualitasnya sampai saat inipun masih terjaga dengan baik.

Selama di Eropa satu hal yang perlu diperhatikan adalah menu makanan. Bagi saya yang sudah lama diet nasi mungkin tidak terlalu bermasalah. Namun bagi teman yang masih tergantung nasi, mungkin tips kolega saya yang membawa kompor portable dan beras, makanan kecil termasuk rendang dari Indonesia patut ditiru.

Hari-hari di hotel, kami nikmati breakfast dengan makan telur rebus, salad, roti, buah karena semua yang lain tidak yakin halalnya. Kecuali makan siang atau malam dimana kami bisa menemukan banyak masakan timur tengah yang kebanyakan  dikelola oleh pendatang dari Pakistan atau Turki, sehingga dapat lumayan mengobati kangen dengan masakan Indonesia.

to be continued