Jul 28, 2015

Ujian Masuk PTN; Antara Kepintaran Akademis dan Strategi Mengenali Diri


Terakhir ikut UMPTN tahun 1991, membuat saya minder saat harus ikut “pusing”memikirkan anak pertama yang akan masuk perguruan tinggi negeri. Semua ternyata berubah,  mulai dari proses pendaftaran, pembayaran, pengumuman sampai pengisian biodata, yang semuanya sudah online....:).

Jeleknya saya, selama ini seluruh hal terkait dengan pendidikan si sulung saya serahkan sepenuhnya kepada mamanya, sehingga saat dibutuhkan, saya harus belajar dari awal.

Just info, ditahun 2015 ini sistem penerimaan mahasiswa baru di PT Negeri pada dasarnya dibagi 3 yaitu: SNMPTN (penelusuran dari nilai Raport dan Prestasi), SBMPTN (Ujian Nasional) dan Ujian Mandiri dari masing-masing Perguruan Tinggi Negeri.

Setelah babak pertama di SNMPTN si teteh "belum beruntung", saya terus terang mulai kepikiran dan khawatir, bagaimana jika nanti nggak keterima di SBMPTN. Melihat semangat sekolah si teteh, timbul semangat saya untuk ikut nimbrung.

Sejak itu, saya mulai mempelajari seluk beluk SBMPTN, termasuk meneliti secara mendalam berbagai jurusan yang tepat serta cocok dengan putri saya. Dari riset kecil-kecilan tersebut saya akhirnya yakin dengan sebuah kesimpulan bahwa ternyata untuk bisa diterima di PTN, tidak hanya diperlukan kepintaran diatas rata-rata, namun strategi memilih jurusan juga mempengaruhi, karena terkait erat dengan pemetaan kekuatan diri. 

Kecenderungan umum adalah jurusan favorit di UN favorit pasti akan dicoba oleh mereka yang sangat unggul dibidang akademik. Untuk mereka yang secara akademik sangat luar biasa, hal ini tentunya tidak menjadi masalah, sekalian uji nyali dan uji posisi. Namun bagi calon mahasiswa yang “hanya”diatas rata-rata, maka harus pandai-pandai mengukur kemampuan vs. ketersediaan kursi vs. jumlah calon peminat.

Dari hasil evaluasi dan belajar tentang ujian masuk PTN tersebut serta evaluasi kenapa di SNMPTN sebelumnya dia tidak tembus, saya akhirnya memberanikan diri untuk berdiskusi kelompok dengan istri dan si kecil kami, termasuk materi diskusi tersebut adalah pengenalan kemampuan dan ngematch-kan dengan jurusan yang akan dipilih. Termasuk didalamnya kami beranikan diri untuk meng-adjust jurusan apa dan PTN apa yang akan dipilih, tentunya tanpa mengorbankan minat dan bakat dan dengan persetujuan si teteh.

Tibalah hari ujian. Segala cara sudah kami tempuh, termasuk mengikutkan si teteh ke BIMBEL yang katanya terkenal cespleng di Bandung selama satu bulan. Tinggal doĆ” yang bisa kami panjatkan agar dia diberikan yang terbaik!!.

Dan Alhamdulillah, setelah satu bulan ujian, hasil SBMPTN diumumkan. Putri kami berhasil lolos ke jurusan yang memang dia minati. Kegembiaraan tersebut ternyata tidak berhenti sampai disitu. Beberapa hari kemudian, dari hasil ujian mandiri di PTN terkenal di Yogya, si Teteh juga dinyatakan diterima di jurusan yang dia minati. Tanpa sadar Mamanya anak-anak melompat gembira dan tak henti-hentinya mengucap syukur atas berita gembira tersebut.

Membaca ulasan di berbagai media, terdapat lebih dari 600 ribu  calon mahasiswa yang mencoba masuk ke PTN, dan hanya sekitar 20 % yang diterima. Adalah kebahagiaan dan kesyukuran yang luar biasa bahwa si Teteh mampu masuk ke PTN favorit dan ke Jurusan yang dia minati.
Benar teori saya diatas, yang seperti dikuatkan oleh sebuah harian di Jawa Timur dimana dikatakan bahwa masih banyak calon mahasiswa pintar yang tidak keterima di PTN khususnya di Jurusan favorit dan PTN favorit. Bukan karena mereka tidak pintar, mereka bahkan secara akademik sangat pintar. Masalahnya adalah 100 seat harus diperebutkan katakanlah 10.000 anak terpintar di Indonesia, sehingga harus ada 9900 anak pintar yang tidak diterima.

Dari pengalaman mengikuti putri pertama kami mengikuti proses seleksi PTN, ada hal-hal yang perlu diperhatikan oleh berbagai pihak terkait..:)

Bagi calon mahasiswa, setelah menunjukkan usaha belajar yang semaksimal mungkin, kebesaran hati  untuk mengukur kemampuannya secara jujur dan tidak egois adalah hal yang sangat penting sehingga pilihan jurusan, pilihan PTN dapat realistis meski tanpa mengorbankan minat dan bakatnya.

Untuk orang tua, masa penerimaan PTN adalah masa kritikal bagi si buah hati. Tatapan mata sedih mereka saat tidak diterima akan membuat kita menyesal jika tidak mendampingi mereka dari awal. Dan tatapan bahagia serta senyum sumringah mereka saat diterima adalah kebahagiaan yg tidak ternilai harganya. Jangan memilihkan mereka jurusan yang kita minati, karena yang akan kuliah adalah mereka. Kita hanya menemani, memberi advise dan memfasilitasi mereka. Mereka kita berikan tanggung jawab atas masa depan kehidupannya.

Untuk sekolah SMA atau yg sederajat, tidak hanya bertanggung jawab atas prestasi akademik anak didiknya, namun juga dibutuhkan dukungan yang lebih besar lagi dalam mensupport para lulusan saat akan apply ke PTN, dengan memberi masukan yang akurat dan menyeluruh terkait strategi masuk dan memilih jurusan yang tepat.

Dan untuk Pemerintah, masih banyak calon mahasiswa yang kecewa karena belum bisa diterima di PTN padahal mereka mungkin memiliki kemampuan yang lebih dan semangat yang tinggi. Adalah tanggung jawab pemerintah agar mereka yang sekitar 80% ini mendapatkan pendidikan yang baik meski tidak mendapatkannya di PTN.