Aug 27, 2011

Ramadan Penuh Warna

Saat bulan Ramadan, saya adalah salah satu orang yang sering merasa iri saat mendengar Ustadz yang dalam khotbahnya selalu merasa berat saat-saat akhir Ramadan akan meninggalkan masa.

Iri karena merasa perasaan berat ditinggal oleh bulan suci rasanya tidak pernah hinggap di hati saya. Ya…… mungkin puluhan tahun lalu saat masih kanak-kanak.. itupun karena kerinduan akan datangnya lebaran, dimana baju baru siap dipakai, bermain mercon dan kembang api serta dapat sangu lebaran. Namun kalau merasa kehilangan, kok rasanya berat untuk saya rasakan.

Kenyataan ini membuat saya bertekad dan meniatkan diri lebih serius untuk lebih menghayati ibadah-ibadah di bulan Ramadan tahun ini, dengan harapan diberi rasa kerinduan serta kehilangan saat nanti ditinggal bulan suci ini.
Saat menulis tulisan ini, Ramadan telah berlalu sebanyak 28 hari. Lagi-lagi pak Ustadz sudah mulai “meratapi” kepergian Ramadan. Kembali saya bertanya, apakah ada rasa itu dalam hati saya?

Tentunya menilai diri sendiri adalah hal yang subjektif. Terus terang saya tidak berani mengatakan bahwa rasa itu sudah mulai ada dihati, atau bahwa Ramadan ini telah lebih baik bagi saya. Mohon maaf, saya tidak berani menyimpulkan demikian!

Namun ada satu rasa yang paling tidak membuat saya gembira, meski mungkin belum sampai ke level “meratapi” kepergian Ramadan. Bahwa terasa Ramadan tahun ini lebih BERWARNA bagi saya pribadi.

Dimulai mengawali Ramadan nun jauh disana disebrang pulau, saat dinas di Bogor. Saya usahakan pulang pas tanggal 31, agar bisa sahur di rumah. Mungkin sholat taraweh lebih banyak di masjid kompleks, tapi yang membuat bulan suci ini lebih berwarna karena hampir sebagian besar Sholat Maghrib saya lakukan di tempat berbeda, mengikuti jadwal buka puasa yang berputar. Kadang di hotel mewah di Jakarta, kadang di kantor Walikota, kadang di masjid Polres, kadang dibalai pertemuan, kadang bersama wartawan, kadang di masjid-masjid di tengah masyarakat, bahkan barusan di tengah kerumunan peternak di perkampungan yang belum terjangkau listrik.

Belum lagi perusahaan yang selalu menyediakan penghuni kompleks dengan ustadz-ustadz skala nasional, yang membuat wawasan ke Islaman terasa makin kaya.

Hal itulah yang membuat Ramadan ini lebih berwarna. Dia mewarnai hati saya, karena dengan bisa bertemu banyak orang, di banyak tempat, dengan variasi kondisi dan status yang lebar, semakin menyadarkan saya, bahwa saya termasuk orang yang beruntung dan patut untuk bersyukur.


Hanya itu mungkin yang bikin saya susah melepaskan Ramadan tahun ini. Semua kebersamaan khususnya saat buka bersama, maghrib berjamaah dengan jamaah yang berbeda di hampir tiap harinya........

Untuk Jiwa Yang Bimbang


Untuk engkau yang hatinya bimbang
dalam ketidak-pastian pilihannya, bisikkanlah

Tuhanku Yang Maha Benar,

Aku datang berserah kepada-Mu
karena telah letih ku bernafas
dalam rasa khawatir dan takut
akan ketidak-pastian ini.


Tuhan kecintaan hidupku,
sesungguhnya kedamaianku
hanya seperkasa keberserahanku
kepada kekuasaan-Mu.

Aku mohon Engkau menegaskan hatiku
untuk menetapkan pilihanku,
yang walau tepat atau tidak
adalah jalan menuju kebaikan hidupku.

Tepatkanlah arah hidupku.

Aamiin
(Mario Teguh)