May 12, 2009

STOP TO RECALCULATE MY ROUTE

Sakit gigi ini kembali menyiksa. Tampaknya udara dingin pegunungan kembali mengusik tiga gigi bolongku sehingga mereka mulai menggigiti syaraf rasa sakit di otakku dan mendistribusikan rasa cemot-cemot ke seluruh bagian tubuh. Ku ambil satu buah dumin untuk meringankan sakit ini.

Tidak biasanya kuambil obat sejenis pain killer ini. Biasanya aku biarkan rasa sakit itu sampai batas yg tidak bisa lagi kuterima sakitnya, untuk kunikmati, sekaligus pengingat bahwa aku sudah beranjak tua. Bahwa gigi bolongku selalu kugunakan untuk menjadi pengingat kalau itulah salah satu titipan Tuhan sekaligus harta berharga yang tidak bisa lagi menjadi utuh kembali atau kudapatkan kembali, sampai akhir hayat nanti. Sama dengan cerita seorang Nabi (entah Nabi siapa ya.. kok aku pelupa ya..) yang minta kepada sang Maut untuk diberi pertanda jika sang maut mau menjemput.


Dan tanda-tanda rambut putih, tubuh ringkih, dan mungkin gigi bolongnya terlewatkan karena mungkin tak pernah terpikirkan bahwa itu adalah sebuah tanda tentang proses hidup kita yang selalu berjalan menjauh dari titik awal dan mendekati titik akhir. Sebuah takdir atau hukum alam yg tidak bisa ditolak.

Seharian sebelumnya, aku jelajahi kebun di punggung gunung disebuah tempat di desa Cikeray, Sukabumi. Masih jelas track yang kulewati, turun dari desa, nyebrang sungai berbatu, dimana si mbak yg mungkin jarang turun ke sungai, sempat terjatuh…. naik ke rangkaian sawah berpadi, terus ke punggung gunung, turun ke sebuah saung. Rekan-rekan asyik mendiskusikan sketsa kebun, sedangkan pikiranku melayang entah kemana. Satu jam kemudian, kami turun dan kembali ke kampung dengan mendaki tanjakan yang hampir berderajat 45.

Kuraba betis dan pahaku, dan kurasakan pegel-pegel serta linu-linu mulai berdatangan, saat rasa sakit gigi mulai memudar, mungkin kekuatan si dumin mulai mengusir rasa sakit gigi ini. Mas Darsan dari Sulawesi sudah tertidur nyenyak. Aku yakin dia terbiasa tidur di kasur spring bed sama halnya aku, tapi kondisi kecapekan membuat kasur kapuk randu bu Usur; sang pemilik rumah, bukan masalah besar.

Dengkuran lembutnya sedikit banyak turut mengantarkan kangenku dan lamunanku ke keluarga di Bontang. Sore tadi si kecil menelpon minta dibelikan tempat minum Barbie. “Untuk cekolah Ayah. Tolong dong beliin yang banyak!”. Suaranya yang nyaring seakan masih menempel di telinga. Tapi aku nggak yakin bisa memenuhi permintaannya kali ini. Boro-boro beli aksesori Barbie, sedangkan untuk mencari toko yang menjual sabun mandi saja mungkin langka sekali. Ya aku nggak bawa perlengkapan mandi, karena kukira seperti biasanya, peserta akan nginap di Hotel…. Ternyata kami harus homestay di rumah penduduk, sekalian merasakan spirit kehidupan masyarakat desa yg sesungguhnya… Itu katanya Panitia.



Kesibukan kantor, rumah dan keramaian keluarga yg biasanya sering membuatku menarik nafas dalam, kini berganti sunyi. Kembali kurasakan sepi dan heningnya hidup. Tanpa sadar, kutelusuri lagi jejak-jejak perjalanan harianku selama ini.

Pagi jam 03.00 bangun, sholat, kalau nggak males ngaji, buka computer, nunggu Shalat Shubuh, kalau masih tahan aku akan terbangun sampai saat mandi pagi sekitar jam 06.30, makan pagi, dan jam 07.00 tepat mulai rutinitas kantor. Jam 4 sore atau jam 5 kalau Jum’at baru keluar dari kantor. Sabtu, Minggu libur. Kalau pas ada tamu perusahaan atau undangan dari masyarakat, malam kadang aku harus turun…

Ah tanpa terasa sudah kulakukan rutinitas itu sekitar 11 tahun.

Kemana lagi hidup ini akan manarikku? Apakah, jika Allah mengijinkan, sampai 2028 saat rencana pensiunku nanti, rutinitas ini yang akan aku jalani. Lantas apa yang aku cari….. Apakah hanya itu? Inikah hidup yang memang aku impikan dulu?

Saat itu, tempat favoritku kalau tidak alun-alun Malang ya beranda perpustakaan untuk menyusun keinginan-keinginanku? Waktu itu gambaran menjadi seorang Guru atau Dosen atau Wartawan selalu menarik minat. Aku ingin punya istri yang baik, cantik. Aku ingin secara ekonomi berkecukupan. Aku ingin naik Haji. Aku ingin membantu keluargaku yang lain. Bahkan saat itu terbersit pertanyaan, mungkin aku bisa jadi dukun kali ya, karena kadang-kadang firasat dan intuisiku sangat tajam.

Lulus, nikah, ngajar, menjadi translator, nyoba kerja di Jakarta meski hanya satu minggu, dapat kerjaan settled di Jogya berkat bantuan teman, dapat panggilan ke Bontang bersamaan dengan panggilan sebagai seorang Guru…..dan banyak lagi. Banyak detail yang tak muat untuk kuceritakan di tulisan ini.

Kembali kucari poin dimana aku bisa menemukan, apa sih sebenarnya saat itu yang kuinginkan untuk hidupku saat ini? Garis besarnya sih kelihatannya sama; financially cukup, punya keluarga yang harmonis, punya kesempatan untuk menjelajahi spiritualitas…….. ya duniaku saat ini sudah cocok dengan dunia yang saat itu kuimpikan…



Tapi apakah detailnya benar-benar sama dengan impianku saat itu? Ataukah ada sesuatu yang belum aku dapatkan, sehingga sering resah ini menemuiku….. Apa ya????

ZZZZZZ, GRRRRRR, tiba-tiba teman tidurku tersedak oleh dengkurnya sendiri, yang karena saking kerasnya membuyarkan lamunanku.. Ah tidur dulu lah… Mudah-mudahan dalam mimpiku kali ini sang mimpi berkenan mengingatkanku kembali tentang apa-apa yang dulu kuimpikan, janji-janji yang belum kupenuhi…. ..detail yang kelewatan.

No comments:

Post a Comment