Nov 2, 2008

The Fall of Name Card

Beberapa saat lalu, sempat saya baca di SWA ttg mulai dipertanyakannya fungsi Kartu Nama. Artikel tsb mengingatkan saya pengalaman beberapa tahun lalu, saat berkesempatan mengikuti pelatihan di Jogya.

Seperti biasa, sambil menunggu registrasi, para calon peserta mulai berkenalan secara informal, menanyakan asal Perusahaan, tempat nginap dan lain sebagainya. Suasana “Gayeng” tersebut berlanjut sampai saat ada salah satu peserta yang berinisiatif mendistribusikan kartu namanya. Maksudnya mungkin baik, supaya identitasnya diidentifikasi oleh peserta lain. Otomatis rekan-rekan peserta lain pun saling bertukar kartu.

Kartu Nama ternyata tidak hanya menunjukkan Nama, tapi tertera di situ al. jabatan sang pemilik termasuk tentunya Perusahaan di mana dia bekerja. Saya masih ingat, salah satu pemilik kartu nama adalah seorang senior Manager BUMN terkenal di Indonesia, sedang peserta lain berkisar mulai dari Officer, Supervisor, Koordinator dan Manager.

Efek Kartu nama mulai membuat “sekat” diantara kami. Para peserta mulai mengukur “kekuatan lawan" berdasarkan bonafiditas perusahaan dan tingginya Jabatan. Hubungan yang semula tak berbatas, mulai menunjukkan “formalitas” nya.




Sejak saat itu, saya adalah orang yang paling susah mengasih kartu nama. Jika memungkinkan, saya lebih suka memberi nomor handphone atau alamat email secara informal/pribadi, daripada menyodorkan Kartu Nama yang penuh dg embel-embel formalitas.

Atau akhir-akhir ini, saya mulai membuat dua versi kartu nama, yaitu versi formal dan versi personal. Sehingga pada saat diperlukan, tinggal mengambil mana kartu nama yang pas untuk diberikan….

No comments:

Post a Comment